Kisah Pengorbanan Mush'ab bin 'Umair Pemuda Tampan dan Mulia
Foto ilustrasi : Mus'ab bin Umair
Akhir perang uhud membawa luka yang mendalam bagi Rasulullah dan para sahabat. Betapa luka hati Rasulullah SAW karena pamannya, Hamzah bin 'Abdul Muthalib gugur dengan tubuh dirusak oleh orang-orang musyrik Quraisy, kemudian beliau menyempatkan dliri untuk menyampaikan salam perpisahan kepada para syuhada. Hingga akhirnya saat sampai di tempat terbaringnya jasad Mush'ab bin 'Umair ra, air mata beliau tak terbendung lagi. Beliau menatap tubuh Mush'ab lekat-lekat. Lantas beliau membaca ayat,
“Di antara orang-orang yang beriman ada orang-orang yang telah menepati janjinya kepada Allah.” (QS.Al-Ahzab:23)
Kemudian beliau memandangi kain burdah yang digunakan untuk menutupi jasad Mush'ab. Burdah itu, jika ditutupkan ke bagian kepalanya, terlihatlah kedua kakinya. Dan jika burdah itu ditutupkan ke bagian kakinya, terlihatlah kepalanya. Maka Rasulullah memerintahkan para sahabat untuk menutupkannya ke bagian kepala. Beliau memerintahkan mereka untuk menutupi bagian kaki MIush'ab dengan rumput idzkhir.
Sejurus kemudian beliau berkata, “Saat di Mekah dulu, aku tak pernah melihat orang yang lebih halus pakaiannya dan lebih rapi rambutnya daripada dirimu. Kini, rambutmu kusut masai, hanya ditutupi sehelai kain burdah.”
Kemudian Rasulullah SAW berseru untuk seluruh syuhada perang Uhud, “Sesungguhnya Rasulullah menjadi saksi bahwa kalian adalah para syuhada di sisi Allah, pada hari Kiamat nanti.”
Ya, Mush'ab bin 'Umair telah meraih cita-cita terbesarnya. Ia telah sampai di akhir perjalanannya. Ia telah tiba di ujung pilihannya. Kesuksesan Mush'ab bin 'Umair itu bermula saat Mush'ab muda, Ia menjadi buah bibir gadis-gadis Mekah. Akan tetapi saat mendengar kabar pengakuan Muhammad, putera 'Abdullah sebagai seorang utusan Allah. Mush'ab yang cerdas menjadi penasaran. Sampai akhirnya didengarnya bahwa Muhammad dan para pengikutnya sering mengadakan pertemuan di rumah Arqam bin Abul Arqam.
Tanpa menunggu lebih lama lagi Mush'ab menuju rumah Arqam di bukit Shafa. Sesampainya di sana Mush'ab mendengar ayat ayat al-Qur'an sedang dibacakan oleh Rasulullah. Mendengar lantunan ayat Al-Qur’an, hatinya terpcsona, cahaya iman menyelubungi hatinya. Dan ia tidak mendustainya. Ia menuruti naluri fitrahnya dan iapun mengikuti kata hatinya. Disaksikannya bahwa tidak ada yang berhak disembah selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan-Nya. Maka saat itu juga ditinggalkannya berhala-berhala yang disembah oleh orang-orang Quraisy.
Mush'ab telah menentukan pilihannya. Namun pilihan Mush'ab bukannya pilihan yang tak berisiko. Meskipun ia telah berusaha mati-matian untuk menyembunyikan keislamannya, namun akhirnya ketahuan juga. Seseorang melaporkan keislamannya kepada keluarganya. Dan Mush'abpun disidang oleh ibu dan keluarganya. Keputusannya: jika Mush'ab tidak meninggalkan ajaran baru itu ia akan dikucilkan dan semua fasilitas keluarga yang selama ini dinikmatinya dicabut.
Mush'ab lebih memilih untuk tidak mengingkari nuraninya, apa pun konsekuensinya. Selama beberapa lama Mush'ab dikurung di sebuah tempat terpencil. Makanan dan minuman tetap dikirim oleh orang tuanya, namun sedikit sekali dan tidak bergizi. Sampai akhirnya Mush'ab mendengar beberapa orang sahabat Nabi SAW hendak meninggalkan Mekah dengan membawa iman mereka. Mush'ab pun mengatur sebuah muslihat untuk orang-orang yang menjaganya. Akhirnya Mush'ab berhasil keluar, lalu bersama para sahabat ia berhijrah, menyeberangi lautan ke negeri Habasyah.
Setelah sekian lama tinggal di negeri asing Mush'ab dilanda rindu. Kerinduannya kepada Rasulullah membawanya pulang ke Mekah. Di Mekah Mush'ab mendapati keluarganya dan terutama ibunya belum berubah. Namun baginya itu tidak masalah, asalkan dia bertemu dengan manusia yang paling dikasihinya, itu sudah cukup. Ia telah menjatuhkan pilihan dan tidak akan mencabutnya.
Saat Nabi SAW memerintahkannya untuk kembali berhijrah ke Habasyah bersama para sahabat yang lain, Mush'ab pun memenuhinya dengan suka cita. Sebelum berangkat Mush'ab sempat bertemu dengan ibunya. Bagaimana pun ibunya tetap ibunya. Mush'ab tak dapat membendung cucuran air matanya. Namun permintaan ibunya untuk murtad tak mungkin dipenuhinya. Ibunya marah dan telah berputus asa. Hal itu tergambar dari ucapannya, “Mush'ab! Pergilah sesukamu! Aku bukan ibumu lagi!”
Mush'ab meninggalkan kota Mekah bersama rombongan kaum Muslimin yang berhijrah ke Habasyah untuk kali kedua dengan langkah-mantap, semantap keputusannya untuk meninggalkan kemewahan dan kesenangan dunia demi menggapai kehidupan hakiki di akhirat nanti.
Pernah Mush'ab berjalan melewati Rasulullah yang sedang berbincang-bincang dengan beberapa orang sahabat. Mereka semua menundukkan pandangannya saat menyaksikan Mush'ab hanya memakai jubah usang yang bertambal-tambal. Masih segar dalam ingatan mereka bagaimana kehidupan Mush'ab di Mekah dahulu. Seorang pemuda yang tampil fresh, wangi, dan selalu memakai pakaian terbaik yang ada.
Sementara Rasulullah SAW menatapnya dengan penuh cinta dan kesyukuran. Bibir beliau menyunggingkan seulas senyuman seraya bersabda,“Aku tahu siapa Mush'ab. Dulu tidak ada pemuda Mekah yang lebih beruntung dari dia. Dia mendapatkan limpahan kesenangan dari ayah ibunya. Namun, Mush'ab lebih memilih untuk meninggalkan semua itu demi cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya."
Dari Berbagai Sumber
Posting Komentar untuk "Kisah Pengorbanan Mush'ab bin 'Umair Pemuda Tampan dan Mulia"