REAL OR UNREAL (Chapter 6 - Di Balik Bayangan Klarifikasi)
REAL OR UNREAL
(Chapter 6: Di Balik Bayangan Klarifikasi)

Gambar : Piqsels.com
Udara di ruang perawatan darurat terasa hangat dan tenang. Setelah kekacauan besar yang mereka alami di gedung Sehat Farma, kini Jay dan kawan-kawan akhirnya bisa bernapas sedikit lega. Tubuh mereka belum sepenuhnya pulih, tapi luka terbesar ada di pikiran—tentang apa yang akan terjadi setelah ini.
Jay berbaring dengan selang infus menempel di lengannya. Pandangannya kosong menatap langit-langit. Tia duduk bersila dengan ponsel di tangannya. Ia terus memantau berita terbaru yang muncul satu per satu di layar kecil itu.
“Jay... kamu harus lihat ini,” ucap Tia dengan suara pelan tapi tegas.
Jay menoleh pelan. Ruby yang baru saja masuk membawa termos air langsung meletakkannya di meja samping ranjang Jay, lalu ikut mendekati Tia. Layar ponsel Tia menampilkan sebuah tayangan berita:
“Perusahaan Sehat Farma secara resmi melaporkan tindakan sabotase terhadap sistem internal mereka. Mereka mencurigai keterlibatan pihak eksternal, kemungkinan berasal dari rival bisnis mereka, Herbal Farma. Investigasi menyeluruh terhadap semua pengunjung yang tercatat hari itu telah dimulai.”
Ruby mengernyit. “Mereka mulai bicara ke publik. Dan mereka pakai kita sebagai kambing hitam?”
“Persis,” jawab Eden yang baru datang dari luar, wajahnya sedikit berkeringat. “Mereka mulai mengorek identitas para pengunjung hari itu. Termasuk kita.”
Jay duduk perlahan, menahan nyeri. “Padahal kita sudah pakai identitas palsu…”
“Betul. Tapi ada satu masalah,” sahut Raka dari balik layar tablet portabel miliknya. Ia mengangkat wajah, tampak khawatir. “Beberapa kamera cadangan di lorong bawah ternyata aktif. Mungkin saja sebagian wajah kita terekam. Kalau mereka bisa memulihkan itu... kita dalam masalah besar.”
Suasana ruangan menjadi tegang. Tak ada yang bicara untuk beberapa detik. Masing-masing merenung. Misi mereka memang berhasil, tapi dampaknya jauh lebih besar dari yang mereka bayangkan.
Sementara itu, di sisi musuh...
Di ruang rapat darurat Sehat Farma, atmosfer terasa kaku. Para petinggi duduk melingkar, dengan ekspresi penuh amarah. Seorang pria berjas rapi berdiri di depan layar besar, menunjuk pada daftar nama dan wajah yang direkam saat kejadian.
“Mereka datang dengan licik. Menyamar sebagai pengunjung, menyusup ke dalam. Merusak sistem. Mengambil data. Lalu pergi seolah-olah tidak terjadi apa-apa.”Suaranya terdengar dalam dan dingin. “Aku yakin ini bukan kerjaan acak. Ini direncanakan. Ini adalah... perang.”
Salah satu wanita senior di sisi kanan bertanya dengan hati-hati, “Apa kita yakin ini perbuatan Herbal Farma?”
“Belum. Tapi biar publik yang menilai. Kita sebarkan rumor. Kita desak aparat. Kita dorong investigasi terbuka.”
Wajah pria itu membeku dalam senyuman sinis. “Dan sementara mereka sibuk menangkis tuduhan... kita bersiap untuk langkah berikutnya.”
Kembali ke Jay dan tim........
Di malam yang mulai larut, suara mesin pernapasan dan monitor denyut nadi mendominasi ruangan. Ruby tertidur di kursi, Eden berjaga di dekat pintu.
Tia masih duduk di pojok ruangan, menatap layar berita. Sejenak ia menoleh pada Jay yang kini duduk bersandar.
“Kamu sadar kan, mereka nggak akan diam?” katanya pelan.
Jay mengangguk. Sorot matanya belum sepenuhnya pulih dari kelelahan, tapi tekad di dalamnya menyala lebih kuat dari sebelumnya.
“Mereka kira ini selesai setelah penyelamatan kemarin. Tapi kalau mereka mau perang balik, kita juga harus siap. Bukan cuma dengan senjata... tapi dengan kebenaran.”
Tia tersenyum kecil. “Kamu akhirnya terdengar seperti kakakmu.”
Jay memejamkan mata sejenak, menarik napas dalam-dalam.Di luar, malam makin sunyi. Tapi badai baru saja mulai.
Beberapa jam setelah berita itu menyebar, Jay dan tim kembali berkumpul di ruangan bawah tanah tempat mereka tinggal sementara. Meski belum semua luka sembuh, tekanan yang datang tak memberi mereka pilihan untuk menunggu lebih lama.
Eden menaruh laptop portabel di tengah meja bundar. Di layar, tertera data yang berhasil ia retas dari jaringan publik Sehat Farma—salinan log pengunjung, fragmen rekaman CCTV, dan laporan awal yang mereka kirim ke kepolisian.
“Ini parah,” ujar Eden sambil menggeser layar. “Mereka sudah mulai mencocokkan data. Kalau data wajah ini diproses lebih dalam, bisa-bisa nama kita keluar.”
Raka mengetuk-ngetuk meja, gelisah. “Harus ada yang masuk ke sistem inti Sehat Farma. Hapus semuanya langsung dari pusat. Mereka pasti punya backup di server pribadi.”
Ruby mengangkat alis. “Maksudmu, menyusup lagi?”
“Bukan menyusup langsung,” jawab Tia cepat. “Kita sudah dilacak. Tapi kita masih punya seseorang…”
Semua menoleh padanya. Tia mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan nama kontak: “Reno – Mantan IT Sehat Farma”.
“Dia orang dalam yang dulu keluar karena berselisih dengan pemimpin mereka. Kalau kita bisa yakinkan dia, mungkin dia bisa bantu dari dalam. Atau setidaknya beri akses pada kita.”
Jay terdiam sejenak, menimbang. “Kita tidak punya pilihan. Tapi kalau kita tarik dia ke sini, kita harus pastikan dia tidak dimata-matai.”
Eden menyambung, “Atau... kita yang pergi ke tempatnya. Diam-diam.”
Ruby tersenyum tipis. “Kalau begitu, kita mulai operasi berikutnya. Tapi ini bukan soal menghancurkan lagi. Ini soal... menyelamatkan nama kita.”
Sisi Musuh: Sehat Farma Mencium Gerakan
Sementara itu, di pusat keamanan Sehat Farma, salah satu analis mereka melaporkan ke atasan:
“Ada anomali... salah satu data backup kami baru saja diakses dari luar. Bukan serangan besar. Tapi cukup rapi. Seperti... seseorang sedang mencari jalur masuk.”
Pria tua itu menyipitkan mata....
“Kita belum selesai rupanya. Mereka ingin menyembunyikan jejak.”“Kunci semua akses luar. Dan... awasi Reno.”
###
Malam itu, tim kecil mereka menyusup ke sebuah apartemen di pinggir kota. Reno, lelaki muda dengan janggut tipis dan mata tajam, berdiri di ambang pintu sambil menatap mereka dengan curiga.
“Aku tahu kalian akan datang,” katanya lirih. “Aku juga tahu apa yang mereka sembunyikan.”
Jay menatap Reno penuh harap. “Kami butuh bantuannya. Kami bukan teroris. Kami penyelamat... dan sekarang mereka ingin membuat kami terlihat seperti penjahat.”
Reno menghela napas. “Kalau kalian gagal... aku akan ikut dilenyapkan.”
Tia menyentuh lengannya pelan. “Kalau kita gagal, semua orang akan ikut lenyap.”
Hening sejenak.
Akhirnya Reno mengangguk.
“Aku akan bantu kalian.”
Penulis : Nayla Azkia
Posting Komentar untuk "REAL OR UNREAL (Chapter 6 - Di Balik Bayangan Klarifikasi) "