Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Meneladani Amalan Ramadhan Seperti Para Salaf Shalih

Meneladani Amalan Ramadhan Seperti Para Salaf Shalih
Gambar : Pixabay.com

Bagi generasi salaf, Ramadhan adalah kesempatan emas untuk mendulang sebanyak mungkin fadhail yang terkandung di dalamnya. Ini terlihat dari kesungguhan mereka mengisi Ramadhan. Mereka bercita-cita mencapai target yang dicanangkan, yaitu takwa. Ini menjadi modal utama memperoleh pertolongan Allah SWT.

Dalam sebuah hadits, Aisyah Ra bercerita bahwa Nabi Saw, jika memasuki sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, menghidupkan malam dan membangunkan keluarganya serta bersungguh-sungguh dalam beramal (Riwayat Muslim).

Imam Nawawi menjelaskan bahwa Rasulullah SAW pada bulan Ramadhan tidak tidur demi untuk melaksanakan shalat dan ibadah lainnya. Ibnu Atsir Al Jazari dalam Nihayah Gharib Al Hadits juga menjelaskan bahwa yang dimaksud menghidupkan malam adalah terjaga di malam hari untuk beribadah dan meninggalkan tidur.

Sebagai generasi terbaik yang amat dekat dengan Rasulullah Saw, mujahadah para salaf dalam beribadah tidaklah jauh dengan apa yang diamalkan beliau, apalagi dalam mengisi bulan suci Ramadhan.

Aswad bin Yazin An Nakha'i adalah tabiin ahli ibadah. Abu Nu'aim dalam Al Hilyah menyebutkan bahwa Ibrahim An Nakha'i telah berkata: ”Aswad menghatamkan Al- Qur'an di bulan Ramadhan dalam dua hari, dia hanya tidur antara maghrib dan isya', dan dia menghatamkan Al-Qur'an di luar Ramadhan dalam enam malam.”

Qatadah bin Diamah juga seorang tabiin ahli ibadah. Abu Nu'aim dalam Al Hilyah menyebutkan bahwa Salam bin Abi Muthi' pernah mengatakan: "Sesungguhnya Qatadah menghatamkan Al-Qur'an dalam tujuh malam. Namun jika Ramadhan tiba ia menghatamkan Al-Qur'an dalam tiga malam. Dan jika datang sepuluh terakhir Ramadhan ia menghatamkan Al-Qur'an dalam semalam.

Adapun tentang Sa'id bin Zubair, Al Yafi'i menyebutkan dalam Mir'atu Jinan bahwa Wiqa' bin Abi Iyas mengatakan: “Sa'id bin Zubair telah mengatakan kepadaku saat bulan Ramadhan, “pegang mushafini.” Dan dia tidak berdiri dari duduknya hingga ia menghatamkan Al-Qur`an.

Ahmad Dauraqi meriwayatkan dengan sanadnya bahwa tabiin Manshur bin Zadzan menghatamkan Al-Qur'an antara maghrib dan isya dalam bulan Ramadhan. Dia mengakhirkan shalat isya' hingga seperempat malam.

Ibnu Abi Dawud juga meriwayatkan dengan sanad yang shahih bahwa Mujahid, tabi'in yang pernah berguru kepada Ibnu Abbas, menghatamkan Al-Qur'an antara maghrib dan Isya'di setiap malam pada bulan Ramadhan.

Al Kardari dalam Risalahnya mengatakan: “Dinukil dari Abu Hanifah,bahwa dia melaksanakan shalat fajar dengan wudhu Isya' selama 30 tahun, ada yang mengatakan 40 tahun. Dan, dia menghatamkan Al-Qur`an dalam sehari semalam, dan dalam bulan Ramadhan dia menghatamkan Al-Qur`an dua kali dalam sehari semalam.

Adapun para ulama ahli ibadah yang hidup setelah masa tabi'in di antaranya adalah Ibrahim bin Adham. Abu Nu'aim menyebutkan bahwa Ibrahim bin Sa'ad pernah mendengar ayahnya mengatakan: ”Dalam bulan Ramadhan Ibrahim menuai tanamannya di waktu siang dan melakukan shalat lail pada malam harinya”.

Kesungguhan para salaf dalam beribadah, lebih-lebih dalam bulan Ramadhan, telah membentuk karakter khusus, yaitu pribadi yang amat yakin dengan pertolongan Allah SWT. Dan ini adalah faktor penting penyebab turunnya pertolongan Allah Taala.

Pada hari Badar, Jum'at, 27 Ramadhan tahun ke dua setelah hijrah, Rasulullah Saw memandang ke arah kaum musyrikin yang berjumlah seribu pasukan, sedangkan kaum Muslimin hanya berjumlah 319. Nabi Saw menghadap kiblat dan menengadahkan tangan seraya berdoa: "Ya Allah, buktikanlah apa yang telah Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah, datangkanlah apa yang telah Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah, jika engkau menghancurkan jama'ah Muslim ini, maka tidak ada lagi yang beribadah kepada-Mu di dunia ini." Dan beliau terus menerus bermunajat seraya menghadap kiblat, hingga selendangnya jatuh di kaki beliau.

Lalu, datanglah Abu Bakar Ra. Ia mengambil selendang Rasul Saw dan meletakkan di tempat semula serta mengatakan: "Cukupkan permintaan Anda, sesungguhnya Dia akan memberi apa yang telah Dia janjikan."

Tampak sekali bahwa Abu Bakar Ra amat meyakini datangnya pertolongan. Begitu juga Rasulullah Saw. Inilah faktor penting yang menyebabkan turunnya pertolongan Allah SWT.

Kondisi yang sama terjadi ketika pasukan Mongol merambat ke wilayah yang berada di antara Damaskus dan Mesir. Izzudin bin Abdissalam (660 H), salah satu ulama madzhab Syafi'i, segera mendesak penguasa Mamalik Mesir agar segera menyiapkan pasukan untuk berperang menghadapi tentara Mongol pada bulan Ramadhan.

Dalam Thabaqat Al Wustha dijelaskan: “Ketika datang berita tentang tibanya pasukan Tatar di perbatasan dan saat itu bulan Ramadhan, pihak penguasa Mamalik (Mesir) mulai mempersiapkan pasukannya untuk menyerang mereka setelah Ied. Sehingga Izzudin bin Abdissalam menemui (pemimpin)nya dan mengatakan: "Bangkitlah! Mengapa engkau berlambat-lambat?" Ia mengatakan: "Kita sedang mempersiapkan perlengkapan, karena kita dalam keadaan lemah." Izzudin menjawab: "Tidak! Bangkitlah!”

Sang pemimpin berkata lagi, “Apakah anda bisa menjamin kalau Allah pasti menganugerahkan kemenangan?" Izzudin menjawab:“Ya!".

Akhirnya pasukan Mamalik berhadapan dengan Tatar pada hari Jumat, 15 Ramadhan 658 H di 'Ain Jalut. Itulah hari kehancuran Tatar.

Padahal dalam peperangan tersebut perbandingan kekuatan Mamalik dan Tatar amatlah tidak seimbang. Pasukan Tatar terkenal amat kuat, tak ada yang bisa menghalangi gerakan mereka ketika berada di Baghdad sehingga kekhalifahannya sempat diporak-porandakan oleh mereka.

Tatar juga mampu memasuki wilayah Mamalik tanpa ada hambatan. Mamalik sendiri waktu itu sedang mengalami krisis melaksanakan puasa.

Tapi, Ramadhan adalah bulan yang dilebihkan oleh Allah SWT. Pada bulan itu kondisi spiritual umat Islam sedang berada di puncak, sehingga tidaklah heran jika Izzudin mempunyai kayakinan dan rasa tawakal yang tinggi terhadap Allah SWT. Ia lebih memilih melakukan pertempuran pada bulan Ramadhan dengan perlengkapan seadanya daripada berperang di bulan Syawal dengan paralatan yang lebih lengkap. Beliau berani menjamin bahwa peperangan itu akan dimenangkan umat Islam.

Sumber : Thoriq

Posting Komentar untuk "Meneladani Amalan Ramadhan Seperti Para Salaf Shalih"