Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Paradigma dan Teori Pembangunan Ekonomi Daerah

Gambar : Pixabay.com

Tujuan pelaksanaan otonomi daerah, sesuai Undang-undang No. 22 Tahun 1999 adalah merupakan upaya memberdayakan dan meningkatkan kemampuan perekonomian daerah, menciptakan sistem pembiayaan daerah yang adil, proporsional, rasional, transparan, partisipatif, bertanggung jawab dan pasti serta mewujudkan sistem perimbangan keuangan yang harmonis antara pemerintah pusat dan daerah (Sidik, 1999).

Menurut Arsyad, (1999: 108) pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana pemerintah daerah dan masyarakat mengolah sumber daya alam yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut.

Selanjutnya, masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhususan daerah yang bersangkutan (endogenous development), dengan menggunakan potensi sumber daya manusia, kelembagaaan dan sumber daya fisik secara lokal (daerah). Orientasi ini mengarahkan kepada pengambilan keputusan, inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang peningkatan kegiatan ekonomi.

Pada hakekatnya inti dari teori pertumbuhan dan pembangunan daerah berkaitan pada dua hal yaitu pembahasan yang berkisar tentang metode dalam menganalisis perekonomian suatu daerah dan teori-teori yang membahas tentang faktor-faktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi suatu daerah.

Ada beberapa teori untuk menganalisis pembangunan ekonomi suatu daerah, pertama teori basis ekonomi, teori ini menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan barang dan jasa dari luar daerah. Proses produksi di sektor industri di suatu daerah yang menggunakan sumber daya produksi lokal termasuk tenaga kerja dan bahan baku dan outputnya di ekspor akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi, peningkatan pendapatan per kapita melalui penciptaan peluang kerja di daerah tersebut. Kedua, teori kawasan. Teori ini sering digunakan untuk penentuan atau pengembangan kawasan yang dianggap paling tepat di suatu daerah. Inti pemikiran teori ini didasarkan pada sifat nasional pengusaha/perusahaan yang cenderung mencari keuntungan setinggi mungkin dengan biaya serendah mungkin. Ketiga, Teori daya tarik industri, dalam upaya pembangunan ekonomi daerah di Indonesia sering dipertanyakan jenis-jenis industri apa saja yang tepat untuk dikembangkan (industri unggulan). Ini adalah masalah membangun portofolio industri suatu daerah.

Selanjutnya menurut Arsyad (1999: 118) bahwa teori pembangunan yang ada tidak mampu untuk menjelaskan kegiatan-kegiatan pembangunan ekonomi daerah secara tuntas dan komprehensif. Oleh karena itu suatu pendekatan alternatif terhadap teori pembangunan dirumuskan untuk kepentingan perencanaan pembangunan ekonomi daerah. Pendekatan ini merupakan sintesa dan perumusan kembali konsep-konsep yang telah ada.

Berkaitan dengan paradigma baru teori pembangunan ekonomi daerah, Arsyad (1999: 19), mengemukakan pendapatnya yakni: Pertama, Perusahaan harus mengembangkan pekerjaan yang sesuai dengan kondisi penduduk daerah. Kedua, pengembangan lembaga-lembaga ekonomi baru. Ketiga, keunggulan kompetitif didasarkan pada kualitas lingkungan, Keempat, pengetahuan sebagai pembangkit ekonomi.

Dari pengertian dan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa perencanaan pembangunan ekonomi daerah adalah untuk memperbaiki penggunaan sumber daya publik yang tersedia di daerah tersebut dan untuk memperbaiki kapasitas sektor swasta dalam menciptakan nilai sumberdaya swasta secara bertanggung jawab.

Selanjutnya untuk menganalisis pembangunan ekonomi daerah terdapat beberapa alat analisis yang dapat digunakan (Tulus, 1999: 291) terdiri dari:

Pertama adalah analisis shift-share, oleh banyak peneliti ekonomi regional bahwa analisis shift-share dianggap sebagai teknik yang sangat baik untuk menganalisis perubahan struktur ekonomi daerah dibanding perekonomian nasional. Dengan pendekatan analisis shift share ini dapat ditentukan kinerja atau produktivitas kerja perekonomian suatu daerah dengan membandingkannya dengan daerah yang lebih besar (regional/nasional). Metode analisis ini bertitik tolak dari anggapan dasar bahwa pertumbuhan ekonomi suatu daerah dipengaruhi oleh tiga komponen utama yang saling berhubungan satu sama lainnya yakni pertumbuhan ekonomi (national growth component), pertumbuhan sektoral (industrial mix component), dan pertumbuhan daya saing wilayah (competitive effect component).

Kedua adalah location quotient (LQ). Location quofient adalah suatu teknik yang digunakan untuk memperluas metode analisis, sebaliknya shift-share yaitu untuk mengukur konsentrasi suatu kegiatan ekonomi atau sektor di suatu daerah dengan cara membandingkan peranannya dalam perekonomian daerah tersebut dengan peranan dari kegiatan ekonomi/sektor yang sama pada tingkat nasional. 

Ketiga adalah Angka Pengganda Pendapatan.Metode ini umum digunakan untuk mengukur potensi kenaikan pendapatan suatu daerah dari suatu kegiatan ekonomi yang baru atau peningkatan output dari suatu sektor di daerah tersebut.

Keempat adalah analisis Input-Output (I-O). Analisis input-output (l-O) merupakan salah satu metode analisis yang sering digunakan untuk mengukur perekonomian suatu daerah dengan melihat keterkaitan antar sektor dalam memahami kompleksitas perekonomian daerah tersebut serta kondisi yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan antara penawaran agregat (AS) dan permintaan agregat (AD). Analisis l-O menunjukkan bahwa di dalam suatu perekonomian terdapat keterkaitan produksi (production lingkage) antar sektor.Input suatu sektor merupakan output sektor lainnya dan sebaliknya pada akhirnya keterkaitan produksi antar sektor tersebut akan menyebabkan terjadinya keseimbangan antara penawaran dan permintaan sektor. Dalam keadaan keseimbangan jumlah nilai output agregat (dalam nilai rupiah) dari perekonomian secara keseluruhan harus sama dengan jumlah output antar sektor (dalam nilai rupiah).

Kelima adalah Model Pertumbuhan Harrod-Domar (HD). Inti dari model pertumbuhan Harrod-Domar (H-O) adalah suatu hubungan jangka pendek antara peningkatan investasi dan pertumbuhan ekonomi. Model Harrod-Domar ini memiliki dua variabel fundamental, yakni pembentukan modal tetap (investasi) dan ICOR (Incremental Capital Output Ratio).

Dari beberapa alat analisis yang digunakan maka pemerintah daerah dapat mengetahui seberapa besar potensi dan perkembangan pertumbuhan ekonomi yang bisa dibandingkan dengan daerah lainnya atau secara nasional. Dengan demikian pemerintah daerah dapat dengan mudah untuk membuat dan merumuskan kebijakan-kebijakan yang diperlukan untuk kemajuan pembangunan ekonomi daerahnya.

Sumber : Manajemen Sumber Daya Manusia, Rahardjo

Posting Komentar untuk "Paradigma dan Teori Pembangunan Ekonomi Daerah"