Keteladanan Umar Bin Abdul Azis dan Sikapnya Dalam Menerima Amanah
Umar bin Abdul Aziz baru saja kembali dari pemakaman khalifah Sulaiman bin Abdulmalik. Wajahnya menyiratkan duka yang mendalam. Bukan. Bukan karena ditinggal mati Sulaiman, saudara iparnya. Tetapi karena beberapa saat sebelum kematiannya. Sulaiman telah menulis surat wasiat berisi penunjukan diri Umar sebagai penggantinya. Dan Umar telah dibai'at.
Peluh membasahi sekujur tubuhnya. Namun Umar tak bisa menunggu lebih lama lagi. Umar ketakutan. Dipanggilnya Muzahim, pembantunya. Umar meminta diambilkan kertas, pena, dan tinta. Melihat hal itu Raja bin Haywah mendekati Umar dan menyarankannya supaya beristirahat terlebih dahulu. “Aku tak bisa menundanya lebih lama lagi, wahai Raja! Biarkanlah aku menyelamatkan diriku dari siksa Allah yang sangat pedih!” jawab Umar.
Muzahim datang dengan membawa kertas, pena, dan tinta. Segera disambarnya tiga benda itu dan ditulisnya;
1. Surat perintah untuk Maslamah bin Abdul Malik agar secepatnya menarik pasukannya dari Konstantinopel.
2. Surat pemecatan Usamah At-Tanukhiy dari jabatannya sebagai kepala Jawatan Pajak di Mesir. Usamah diharuskan segera pulang untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatannya.
3. Surat pemecatan Yazid bin Abu Muslim dari jabatannya sebagai gubernur Afrika Utara dan dia diharuskan segera pulang untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatannya.
Umar memerintahkan supaya ketiga surat itu segera disampaikan kepada orang-orang yang dituju.
“Rupanya dia demam kekuasaan, hingga tak dapat bersabar menunggu esok pagi!” Itulah bisik-bisik yang beredar di antara para pembesar Daulah Bani Umayyah.
Tentang Maslamah bin Abdul Malik, saat itu sedang memegang jabatan panglima satu pasukan besar yang sedang mengepung Konstantinopel, ibukota kerajaan super power Romawi. Pengepungan itu nyaris sukses sekiranya Leo, perwira Romawi, tidak melancarkan tipu muslihatnya. Muslihat itu berhasil memporak-porandakan kekuatan pasukan Islam. Walaupun peluang untuk memperoleh kemenangan telah sirna, perbekalan hampir habis, dan banyak anggota pasukan Islam yang terluka parah, khalifah Sulaiman bin Abdulmalik menolak untuk menarik mundur pasukan. Sadar atau tidak khalifah membiarkan pasukan yang lemah itu menjadi mangsa musuh mereka.
Sejak semula Umar bin Abdul Aziz memiliki pandangan berbeda dengannya Sulaiman. Ia telah menyarankan khalifah untuk menarik pasukannya. Tetapi Umar tak punya kuasa saat nasihat dan perkataannya tak dihiraukan. Kini, setelah ia menjadi khalifah, Umar paham benar bahwa amanat itu terpikul di pundaknya dan akan dimintai pertanggung jawaban di akhirat kelak. Karena itulah ia tidak bisa bersabar menyaksikan penderitaan pasukan Islam itu. Ia tak mampu menangguhkannya sampai pagi.
Tentang Usamah At-Tanukhiy, Umar bin Abdul Aziz tahu bahwa dia adalah seorang pejabat yang sewenang-wenang dan lalim. Dia sering menjatuhkan hukuman di luar batas ketentuan Allah, seperti: memotong tangan dan mengumpankan potongan tubuh itu kepada binatang buas atau melemparkannya untuk menjadi makanan buaya. Sehubungan dengan inipun Umar bin Abdul Aziz telah mengusulkan supaya pejabat durjana itu dicopot. Namun, usulan tinggal usulan. Kini, Umar merasa tak sanggup jika di akhirat nanti ada seseorang yang memberikan kesaksian dengan mengatakan, “Ya Allah, aku telah dipotong-potong secara aniaya dan sewenang-wenang pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz.”
Sedangkan ihwal Yazid bin Abu Muslim, semua tahu ia adalah gubernur Afrika Utara yang kejam. Dia memerintah dengan bengis. Hatinya merasa gembira dan terhibur apabila melihat rakyatnya disiksa dan menderita.
Dikirimnya ketiga surat di hari pertama pemerintahan Umar bin Abdul Aziz ini merupakan bukti nyata betapa ia mengerti bagaimana menjaga dan menghargai sebuah amanat. Demi menunaikannya dengan sebaik-baiknya dan membayar harganya dengan tepat
Umar bin Abdul Aziz rela kehilangan semua miliknya di dunia ini, bahkan dia rela kehilangan dirinya. Hanya dalam waktu belasan bulan 'Umar bin Abdul Aziz memperbaiki semua kerusakan yang diakibatkan oleh polah para penguasa sebelumnya. Tidak genap dua tahun.
Dan lihatlah kondisi Umar sendiri. Seorang sahabatnya, Muhammad bin Kaab al-Quradhiy pernah menemuinya beberapa saat setelah Umar bin Abdul Aziz diangkat sebagai khalifah. Tubuhnya sangat kurus, rambutnya telah memutih, dan raut mukanya sudah jauh berbeda dengan sebelumnya. Padahal dulu, sewaktu menjadi gubernur di Madinah, dia adalah seorang yang tampan, gagah, dan berisi. Muhammad menatap wajahnya lama sekali sehingga Umar bertanya, “Wahai Ibnu Kaab, apa yang menyebabkanmu menatapku seperti itu? Kamu tidak pernah begitu sebelumnya.”
“Saya sangat heran, wahai Amirul Mukminin," jawabnya.
“Apa yang mengherankanmu?”
“Perubahan diri Anda. Tubuh Anda begitu kurus, rambut Anda memutih, dan raut wajah Anda begitu pucat. Ke mana penampilan diri Anda yang mempesona dulu? Rambut hitam lebat, tubuh berisi, dan wajah yang selalu berseri-seri?”
Jawaban Umar mengejutkan Muhammad dan mengejutkan siapa saja yang mendengarnya. Katanya, “Kamu akan lebih heran lagi bila melihat diriku nanti setelah terkubur dalam tanah. Mataku akan copot dan belatung-belatung akan berkeliaran di mulut dan tenggorokanku.”
Demikianlah jawaban yang diberikan oleh seseorang yang bersungguh-sungguh mencoba menunaikan amanat.
Sumber : Syafi'i/ar-risalah
![]() |
Gambar Ilustrasi |
Peluh membasahi sekujur tubuhnya. Namun Umar tak bisa menunggu lebih lama lagi. Umar ketakutan. Dipanggilnya Muzahim, pembantunya. Umar meminta diambilkan kertas, pena, dan tinta. Melihat hal itu Raja bin Haywah mendekati Umar dan menyarankannya supaya beristirahat terlebih dahulu. “Aku tak bisa menundanya lebih lama lagi, wahai Raja! Biarkanlah aku menyelamatkan diriku dari siksa Allah yang sangat pedih!” jawab Umar.
Muzahim datang dengan membawa kertas, pena, dan tinta. Segera disambarnya tiga benda itu dan ditulisnya;
1. Surat perintah untuk Maslamah bin Abdul Malik agar secepatnya menarik pasukannya dari Konstantinopel.
2. Surat pemecatan Usamah At-Tanukhiy dari jabatannya sebagai kepala Jawatan Pajak di Mesir. Usamah diharuskan segera pulang untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatannya.
3. Surat pemecatan Yazid bin Abu Muslim dari jabatannya sebagai gubernur Afrika Utara dan dia diharuskan segera pulang untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatannya.
Umar memerintahkan supaya ketiga surat itu segera disampaikan kepada orang-orang yang dituju.
![]() |
Gambar : Islami.co |
“Rupanya dia demam kekuasaan, hingga tak dapat bersabar menunggu esok pagi!” Itulah bisik-bisik yang beredar di antara para pembesar Daulah Bani Umayyah.
Tentang Maslamah bin Abdul Malik, saat itu sedang memegang jabatan panglima satu pasukan besar yang sedang mengepung Konstantinopel, ibukota kerajaan super power Romawi. Pengepungan itu nyaris sukses sekiranya Leo, perwira Romawi, tidak melancarkan tipu muslihatnya. Muslihat itu berhasil memporak-porandakan kekuatan pasukan Islam. Walaupun peluang untuk memperoleh kemenangan telah sirna, perbekalan hampir habis, dan banyak anggota pasukan Islam yang terluka parah, khalifah Sulaiman bin Abdulmalik menolak untuk menarik mundur pasukan. Sadar atau tidak khalifah membiarkan pasukan yang lemah itu menjadi mangsa musuh mereka.
Sejak semula Umar bin Abdul Aziz memiliki pandangan berbeda dengannya Sulaiman. Ia telah menyarankan khalifah untuk menarik pasukannya. Tetapi Umar tak punya kuasa saat nasihat dan perkataannya tak dihiraukan. Kini, setelah ia menjadi khalifah, Umar paham benar bahwa amanat itu terpikul di pundaknya dan akan dimintai pertanggung jawaban di akhirat kelak. Karena itulah ia tidak bisa bersabar menyaksikan penderitaan pasukan Islam itu. Ia tak mampu menangguhkannya sampai pagi.
Tentang Usamah At-Tanukhiy, Umar bin Abdul Aziz tahu bahwa dia adalah seorang pejabat yang sewenang-wenang dan lalim. Dia sering menjatuhkan hukuman di luar batas ketentuan Allah, seperti: memotong tangan dan mengumpankan potongan tubuh itu kepada binatang buas atau melemparkannya untuk menjadi makanan buaya. Sehubungan dengan inipun Umar bin Abdul Aziz telah mengusulkan supaya pejabat durjana itu dicopot. Namun, usulan tinggal usulan. Kini, Umar merasa tak sanggup jika di akhirat nanti ada seseorang yang memberikan kesaksian dengan mengatakan, “Ya Allah, aku telah dipotong-potong secara aniaya dan sewenang-wenang pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz.”
Sedangkan ihwal Yazid bin Abu Muslim, semua tahu ia adalah gubernur Afrika Utara yang kejam. Dia memerintah dengan bengis. Hatinya merasa gembira dan terhibur apabila melihat rakyatnya disiksa dan menderita.
Dikirimnya ketiga surat di hari pertama pemerintahan Umar bin Abdul Aziz ini merupakan bukti nyata betapa ia mengerti bagaimana menjaga dan menghargai sebuah amanat. Demi menunaikannya dengan sebaik-baiknya dan membayar harganya dengan tepat
Umar bin Abdul Aziz rela kehilangan semua miliknya di dunia ini, bahkan dia rela kehilangan dirinya. Hanya dalam waktu belasan bulan 'Umar bin Abdul Aziz memperbaiki semua kerusakan yang diakibatkan oleh polah para penguasa sebelumnya. Tidak genap dua tahun.
Dan lihatlah kondisi Umar sendiri. Seorang sahabatnya, Muhammad bin Kaab al-Quradhiy pernah menemuinya beberapa saat setelah Umar bin Abdul Aziz diangkat sebagai khalifah. Tubuhnya sangat kurus, rambutnya telah memutih, dan raut mukanya sudah jauh berbeda dengan sebelumnya. Padahal dulu, sewaktu menjadi gubernur di Madinah, dia adalah seorang yang tampan, gagah, dan berisi. Muhammad menatap wajahnya lama sekali sehingga Umar bertanya, “Wahai Ibnu Kaab, apa yang menyebabkanmu menatapku seperti itu? Kamu tidak pernah begitu sebelumnya.”
“Saya sangat heran, wahai Amirul Mukminin," jawabnya.
“Apa yang mengherankanmu?”
“Perubahan diri Anda. Tubuh Anda begitu kurus, rambut Anda memutih, dan raut wajah Anda begitu pucat. Ke mana penampilan diri Anda yang mempesona dulu? Rambut hitam lebat, tubuh berisi, dan wajah yang selalu berseri-seri?”
Jawaban Umar mengejutkan Muhammad dan mengejutkan siapa saja yang mendengarnya. Katanya, “Kamu akan lebih heran lagi bila melihat diriku nanti setelah terkubur dalam tanah. Mataku akan copot dan belatung-belatung akan berkeliaran di mulut dan tenggorokanku.”
Demikianlah jawaban yang diberikan oleh seseorang yang bersungguh-sungguh mencoba menunaikan amanat.
Sumber : Syafi'i/ar-risalah
Posting Komentar untuk "Keteladanan Umar Bin Abdul Azis dan Sikapnya Dalam Menerima Amanah"