Kisah Inspiratif, Steve Jobs Sang Pendiri Apple, tidak Pernah Menyerah dan Kembali Sebagai Pemenang
Pada hari kelahirannya, ibunya yang masih berstatus mahasiswi memilih melepas sang buah hati untuk diadopsi, Sebagai mahasiswi ia tidak bisa
membagi antara kewajiban merawat bayi dan menuntut ilmu.
Sepasang keluarga pengacara kemudian ditawari untuk mengadopsi
bayinya. Namun sayang, si bayi adalah laki-laki,sementara keluarga itu
menginginkan anak perempuan. Akhirnya, sang ibu harus mencari keluarga lain. Dalam
waiting list, terdapat sepasang keluarga lain yang juga berniat mengadopsi
Steve.
Namun demikian, ibunya ragu. Mereka keluarga yang sepertinya
tidak mementingkan pendidikan. Bagaimana tidak? Sang istri tidak pernah
menyelesaikan kuliahnya. Si suami bahkan tidak sempat melanjutkan pendidikan
SMU-nya. Namun, calon orang tua adopsi itu berjanji akan menyekolahkan sang anak
yang bernama Steve itu hingga perguruan tinggi.
Akhirnya, Steve diserahkan untuk diadopsi oleh keluarga ini.
Jadilah Steve putra baru keluarga Tuan Paul dan Nyonya Clara Jobs. Nama Steve
seterusnya menjadi Steve Jobs. Keluarga baru ini tinggal di Silicon Valley, Califomia.
Setiap akhir pekan, Steve kecil selalu diajak ayah angkatnya ke garasi tempat
membongkar barang elektronik dan kemudian merangkai-nya kembali. Inilah mungkin
yang menyebabkan Steve tertarik pada dunia elektronik.
ketika remaja, Steve sering bermain di sekitar pabrik Hewlett-Packard
(HP). Alat-alat dan benda yang ia temukan di sana membuatnya sangat senang dan
kegiatan itu menjadi kegemarannya. Sering juga ia meminta beberapa bagian
komputer kepada Direktur HP kala itu,William Hewlard, untuk melengkapi tugas tugas
sekolahnya. Kebiasaan ini membuat sang direktur mulai menyukainya dan
memberinya kesempatan magang di sana.
Setelah menyelesaikan SMU, Steve harus masuk kuliah sesuai janji
orangtuanya. Namun, tempat kuliah yang ia dapatkan saat itu biayanya sangat
mahal. Semua tabungan orangtuanya hampir habis untuk membayar biaya kuliah.
Melihat kenyataan itu, Steve memilih berhenti kuliah.“Aku
tidak tahu akan jadi apa nantinya dan kuliah tidak bisa membantuku menjawab
itu, Dan aku terus saja menghabiskan uang yang dikumpulkan orangtuaku dengan
susah payah. Jadi, aku memilih berhenti dan berharap semuanya akan lebih baik,”
begitu katanya.
Di tahun terakhirnya di kampus, ia mengambil kuliah yang ia
sukai dan meninggalkan apa pun yang tidak ia sukai. Salah satu kuliah yang
paling berkesan baginya adalah kuliah kaligrafi. la terkesan dengan huruf-huruf
dan bagaimana penataannya dalam tulisan. Di tahun terakhir itu juga, Steve
harus menghadapi kenyataan sulitnya bertahan hidup. Ia harus tidur di lantai
kamar asrama temannya karena tidak punya uang untuk membayar asrama. Setelah
teman-temannya menghabiskan Coke, Steve mengumpulkan botol-botol itu dan
menyerahkannya kepada kantin untuk mendapatkan uang 5 sen. Uang itulah yang
kemudian ia gunakan untuk membeli makanan setiap harinya. Dia juga harus berjalan
sejauh 10 km setiap Minggu malam demi mendapatkan pembagian makanan gratis dari
kuil Hare Krishna.
Setelah kembali ke rumah, Steve dan temannya merancang masa
depan mereka. Keputusannya, dengan kemampuan teknologi yang mereka miliki,
mereka akan membuat sebuah usaha bersama. Usaha itu kemudian dinamai Apple
karena Steve selalu teringat pada masa-masa memetik buah apel di musim panas.
Usaha mereka dimulai di garasi milik ayah Steve. Mereka memulai
usaha dengan modal hasil penjualan mobil Volkswagen milik keluarga Steve.
Sementara itu, Wozniak, salah satu rekan Steve, memilih menjual kalkulator
merek HP. Dengan modal awal itu, mereka membangun Apple Computer Company.
Perusahaan ini memproduksi komputer (PC). Sepuluh tahun kemudian, saat Steve
sudah berumur 30 tahun, adalah waktu yang mereka butuhkan untuk mengubah perusahaan
yang awalnya hanya dikerjakan dua orang di garasi menjadi perusahaan bernilai
$2 miliar dengan 400 orang karyawan.
Pelajaran kaligrafi yang disukai Steve kemudian turut
membantu perkembangan Mac (komputer produksi Apple). Mac adalah komputer dengan
tampilan huruf-huruf yang sangat menarik pada masa itu.
Di akhir 1984, Apple mulai mengalami masa sulit, Penjualan
PC mereka turun dan diambil alih oleh kepopuleran komputer bikinan IBM, Steve
mulai dianggap negatif oleh orang-orang sekitarnya. Ia kemudian juga berselisih
paham tentang masa depan perusahaan dengan Scully, direksi yang sebenarnya dia angkat
untuk mengelola perusahaannya sendiri, Tapi, seorang rekan kerja yang
menganggapnya arogan dan temperamen lebih mendukung Scully, Steve ditendang
dari perusahaan yang ia besarkan sendiri.
Namun, Steve tidak pernah membiarkan itu menjadi halangannya.
Dengan jiwanya yang tak tahan untuk terus berinovasi, ia mendirikan Next dan
Pixar. Next bergerak di bidang perangkat lunak sementara Pixar menjadi tenar
dengan animasinya. Pixar menciptakan film animasi pertama di dunia Toy Story yang
kemudian disusul kesuksesan Finding Nemo, The Incredible,Wall-E, Monster Inc.,
dan sebagainya.
Di sisi lain, Apple mengalami kemunduran karena tidak adanya
inovasi baru, Kepopuleran Microsoft Windows 95 turus menenggelamkan Apple
dengan Macintosh-nya, Setelah berbagai pertimbangan, Steve diajak bergabung kembali
sebagai penasihat CEO, Beberapa tahun kemudian, ia ditunjuk sebagai CEO penuh,
Dimulailah era baru di Apple. Perubahan logo dan produk baru dibuat IPod, IPhone,
dan inovasi lainnya.
Sikap Steve yang tidak tenggelam dalam ratapan ketika dicampakkan
membuatnya telah kembali menjadi pemenang.
Sumber : 101 Kisah Inspiratif, Karya Assep Purna
Posting Komentar untuk "Kisah Inspiratif, Steve Jobs Sang Pendiri Apple, tidak Pernah Menyerah dan Kembali Sebagai Pemenang"