Seperti Apakah Adab Seorang Murid Terhadap Gurunya
Ketika sedang berada di dalam majelis Al-Quran, seseorang hendaklah bersikap santun. Sa'id Hawa Di dalam buku Tazkiyatun Nafs mengatakan bahwa salah satu adab seorang murid adalah tidak sombong kepada orang alim. Seorang pencari ilmu tidak boleh bersikap sombong kepada orang alim dan tidak boleh durhaka kepada gurunya. Dia harus menyerahkan segala urusannya kepada sang guru secara totalitas dan tunduk patuh pada nasihatnya, persis laksana pasien yang awam terhadap ilmu kesehatan di mana dia akan mengikuti apa pun petunjuk dokter.
Seorang pencari ilmu hendaklah bersikap tawadu kepada sang guru dan meniatkan diri mencari pahala serta kemuliaan dengan berkhidmat kepadanya. Asy-Sya'bi berkata, “Suatu ketika Zaid bin Tsabit menshalatkan jenazah. Setelah selesai shalat, baghal (hewan keturunan antara keledai jantan dan kud betina) tunggangannya dituntun dan didekatkan kepadanya untuk dia naiki. Akan tetapi, tatkala melihat itu Ibnu Abbas segera mengambil kendali baghal dan menuntunnya. Kemudian Zaid bin Tsabit mencegahnya seraya berkata, “Lepaskan saja wahai putra paman Rasulullah.”
Tapi Ibnu Abbas menolak dan menjawab, "Tidak, karena beginilah kami diperintahkan untuk bersikap kepada para ulama dan pembesar:" Maka kemudian Zaid bin Tsabit mencium tangan Ibnu Abbas sambil berkala, "Dan beginilah kami diperintahkan untuk berlaku kepada ahlu bait Rasulallah." Atsar ini diriwayatkan oleh Imam Thabrani, Al-Hakim dan Al-Baihaqi di dalam Al-Madkhal. Al-Hakim mengatakan babwa sanadnya sahih sesuai dengan syarat Imam Muslim. Juga diriwayatkan oleh Ibnu Asakir di dalam Tarikh Dimasqa 19/326.
Seorang pencari ilmu tidak boleh bersikap sombong kepada guru, siapa pun orangnya. Di antara bentuk kesombongan itu misalnya ketika seorang pencari ilmu hanya mau berguru kepada orang-orang besar yang termasyhur saja. Hal itu tidak boleh dilakukan karena ilmu merupakan sarana meraih kesuksesan dan kebahagiaan. Seperti orang yang sedang lari dari kejaran binatang buas, dia tidak akan memilah-milah siapa pemberi informasi yang dapat menyelamatkannya dari kejaran binatang buas tersebut; apakah dia orang terkenal atau bukan. Ilmu pengetahuan adalah barang yang hilang milik umat Islam. Untuk itu seseorang harus mengambilnya di mana pun ia mendapatkannya.
Seorang pencari ilmu hendaklah merasa berutang jasa kepada siapa pun yang telah menyampaikan ilmu itu kepadanya. Maka dikatakan bahwa ilmu enggan kepada pemuda yang sombong, laksana banjir yang enggan pada tempat-tempat yang tinggi. Sesungguhnya ilmu hanya dapat diraih dengan sikap tawadu dan khusyuk dalam mendengarkan, sebagaimana firman Allah SWT :
“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai hati atau yang menggunakan pendengarannya, sedang dia menyaksikannya.” (QS. Qaf : 37)
Adapun yang dimaksud dengan orang yang mempunyai hati pada ayat di atas adalah orang yang menerima ilmu dengan sepenuh pemahaman. Tapi hal ini saja tidak cukup membantu sebelum seseorang juga menggunakan pendengarannya, sedang dia menyaksikan dengan hati yang fokus, sepenuhnya hadir untuk menerima setiap ilmu yang disampaikan dengan konsentrasi, tawadu, syukur dan kesiapan menerima karunia.
Adab terhadap guru, seorang pencari ilmu hendaklah bersikap laksana tanah gembur menerima air hujan yang akan menyerap semua air yang tercurah dari hujan dan menerimanya sepenuh ketundukan. Bagaimana pun metode yang dipakai oleh guru dalam mengajar, seorang pencari ilmu hendaklah mengikuti saja tanpa harus membuat opini sendiri, karena kesalahan guru dalam hal ini lebih bermanfaat baginya daripada kebenaran dirinya sendiri. Hal itu karena pengalaman yang telah dimiliki oleh sang guru, sering kali menyuguhkan hal-hal detail dan rumit yang terdengar aneh tapi sangat bermanfaat.
Ali r.a. mengatakan, “Di antara hak seorang guru adalah engkau tidak banyak bertanya kepadanya, tidak memaksanya memberi jawaban, tidak mendesaknya bila ia sedang malas, tidak menarik bajunya bila ia hendak bangkit, tidak menyebarluaskan rahasianya, tidak menggunjing siapa pun di hadapannya, dan tidak mencari-cari kesalahannya. Apabila ia tergelincir dalam suatu kekeliruan maka terimalah alasannya. Engkau juga harus memuliakannya karena Allah selama ia menjaga perintah-perintah Allah. Engkau juga jangan duduk di hadapannya. Dan apabila dia mempunyai suatu keperluan maka hendaklah engkau mendahului orang lain dalam memenuhinya.”
Demikianlah akhlak seorang muslim terhadap guru, ia harus hormat dan patuh kepada gurunya, tidak boleh sombong, dan tidak boleh memilih guru yang terkenal saja, karena ilmu harus didapatkan dimanapun ilmu tersebut berada.
Sumber foto : google
Seorang pencari ilmu hendaklah bersikap tawadu kepada sang guru dan meniatkan diri mencari pahala serta kemuliaan dengan berkhidmat kepadanya. Asy-Sya'bi berkata, “Suatu ketika Zaid bin Tsabit menshalatkan jenazah. Setelah selesai shalat, baghal (hewan keturunan antara keledai jantan dan kud betina) tunggangannya dituntun dan didekatkan kepadanya untuk dia naiki. Akan tetapi, tatkala melihat itu Ibnu Abbas segera mengambil kendali baghal dan menuntunnya. Kemudian Zaid bin Tsabit mencegahnya seraya berkata, “Lepaskan saja wahai putra paman Rasulullah.”
Tapi Ibnu Abbas menolak dan menjawab, "Tidak, karena beginilah kami diperintahkan untuk bersikap kepada para ulama dan pembesar:" Maka kemudian Zaid bin Tsabit mencium tangan Ibnu Abbas sambil berkala, "Dan beginilah kami diperintahkan untuk berlaku kepada ahlu bait Rasulallah." Atsar ini diriwayatkan oleh Imam Thabrani, Al-Hakim dan Al-Baihaqi di dalam Al-Madkhal. Al-Hakim mengatakan babwa sanadnya sahih sesuai dengan syarat Imam Muslim. Juga diriwayatkan oleh Ibnu Asakir di dalam Tarikh Dimasqa 19/326.
Seorang pencari ilmu tidak boleh bersikap sombong kepada guru, siapa pun orangnya. Di antara bentuk kesombongan itu misalnya ketika seorang pencari ilmu hanya mau berguru kepada orang-orang besar yang termasyhur saja. Hal itu tidak boleh dilakukan karena ilmu merupakan sarana meraih kesuksesan dan kebahagiaan. Seperti orang yang sedang lari dari kejaran binatang buas, dia tidak akan memilah-milah siapa pemberi informasi yang dapat menyelamatkannya dari kejaran binatang buas tersebut; apakah dia orang terkenal atau bukan. Ilmu pengetahuan adalah barang yang hilang milik umat Islam. Untuk itu seseorang harus mengambilnya di mana pun ia mendapatkannya.
Sumber Foto : Google
Seorang pencari ilmu hendaklah merasa berutang jasa kepada siapa pun yang telah menyampaikan ilmu itu kepadanya. Maka dikatakan bahwa ilmu enggan kepada pemuda yang sombong, laksana banjir yang enggan pada tempat-tempat yang tinggi. Sesungguhnya ilmu hanya dapat diraih dengan sikap tawadu dan khusyuk dalam mendengarkan, sebagaimana firman Allah SWT :
“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai hati atau yang menggunakan pendengarannya, sedang dia menyaksikannya.” (QS. Qaf : 37)
Adapun yang dimaksud dengan orang yang mempunyai hati pada ayat di atas adalah orang yang menerima ilmu dengan sepenuh pemahaman. Tapi hal ini saja tidak cukup membantu sebelum seseorang juga menggunakan pendengarannya, sedang dia menyaksikan dengan hati yang fokus, sepenuhnya hadir untuk menerima setiap ilmu yang disampaikan dengan konsentrasi, tawadu, syukur dan kesiapan menerima karunia.
Adab terhadap guru, seorang pencari ilmu hendaklah bersikap laksana tanah gembur menerima air hujan yang akan menyerap semua air yang tercurah dari hujan dan menerimanya sepenuh ketundukan. Bagaimana pun metode yang dipakai oleh guru dalam mengajar, seorang pencari ilmu hendaklah mengikuti saja tanpa harus membuat opini sendiri, karena kesalahan guru dalam hal ini lebih bermanfaat baginya daripada kebenaran dirinya sendiri. Hal itu karena pengalaman yang telah dimiliki oleh sang guru, sering kali menyuguhkan hal-hal detail dan rumit yang terdengar aneh tapi sangat bermanfaat.
Ali r.a. mengatakan, “Di antara hak seorang guru adalah engkau tidak banyak bertanya kepadanya, tidak memaksanya memberi jawaban, tidak mendesaknya bila ia sedang malas, tidak menarik bajunya bila ia hendak bangkit, tidak menyebarluaskan rahasianya, tidak menggunjing siapa pun di hadapannya, dan tidak mencari-cari kesalahannya. Apabila ia tergelincir dalam suatu kekeliruan maka terimalah alasannya. Engkau juga harus memuliakannya karena Allah selama ia menjaga perintah-perintah Allah. Engkau juga jangan duduk di hadapannya. Dan apabila dia mempunyai suatu keperluan maka hendaklah engkau mendahului orang lain dalam memenuhinya.”
Demikianlah akhlak seorang muslim terhadap guru, ia harus hormat dan patuh kepada gurunya, tidak boleh sombong, dan tidak boleh memilih guru yang terkenal saja, karena ilmu harus didapatkan dimanapun ilmu tersebut berada.
Sumber : Faridi, Lc dkk
Posting Komentar untuk "Seperti Apakah Adab Seorang Murid Terhadap Gurunya"