Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kisah Fatimah Az-Zahra Wanita Teladan Sepanjang Masa

Fatimah Az-Zahra Wanita Teladan Sepanjang Masa
Gambar : youtube.com/sabyan

Namanya, Fatimah. Julukannya Az-Zahra' (yang cemerlang). Sebuah nama yang amat tersohor dalam sejarah Islam.

Namanya ini melahirkan keluarga-keluarga yang dikenal dengan panggilan “Asyraf” (jamak dari "Syarif”). Ayahnya bernama Muhammad bin Abdullah dan ibunya Khadijah binti Khuwailid. Suaminya bernama Ali bin Abi Thalib, cucunya Abdul Muthalib, keturunan mulia dari Hasyim, pemuka Quraisy dan pahlawan Islam. Kedua putranya al-Hasan dan al-Husein adalah pemimpin pemuda penghuni surga.

Fatimah memiliki warisan sifat termulia dan termahal serta rumah tangga termulia dan tersuci. Ia mewarisi dari bapak dan ibunya sesuai kehendak Allah SWT, yaitu berupa kebesaran Quraisy, kedermawanan Hasyim, kepemimpinan Abdul Muthalib, kesucian Abdullah, kemuliaan Muhammad saw dan keutamaan Khadijah binti Khuwailid, serta Aminah binti Wahab.

Ia dilahirkan dalam sebuah rumah tangga yang diliputi cinta dan dinaungi kejernihan hati, antara seorang ayah yang dijuluki kaumnya, al-Amin (yang dapat dipercaya) dan seorang ibu yang digelari ath-Thahirah (yang suci). Fatimah dilahirkan beberapa waktu sebelum Muhammad saw diangkat sebagai Nabi. Akan tetapi, ia dibesarkan dalam naungan kenabian dan pengakuan kerasulan, Muhammad saw. Ia tumbuh besar dalam lingkungan dakwah dan saat ajaran-ajaran Islam mulai disebarkan di kalangan umat.

Ia menyaksikan dan ikut merasakan derita ayahnya dalam berdakwah. Ia ikut menyingkirkan kotoran unta yang dilemparkan kepada ayahnya waktu shalat di ka'bah, dengan kedua tangannya yang mulia seraya diiringi deraian air mata.

Ummu Jamil, istri Abu Lahab pernah melemparkan kotoran-kotoran dan benda-benda najis di depan rumah Rasulullah. Kemudian bersama-sama dengan putri kesayangannya itu, Rasulullah pun dengan tenang membersihkan dan menyingkirkannya.

Pada suatu ketika seorang Quraisy yang jahat, bertemu dengan Nabi, lantas melemparkan tanah ke atas kepala yang mulia. Beliau kembali ke rumah dengan kepala berlumuran tanah. Maka bangkitlah Fatimah menghampiri Nabi dan membersihkannya sambil menangis. Begitu Nabi melihat air mata putrinya mengalir di kedua pipinya, beliau pun menabahkan hatinya sambil berkata menghiburnya : "Janganlah menangis anakku, karena Allah melindungi ayahmu".

Setelah dewasa, Fatimah kemudian dinikahkah dengan Ali bin Abi Thalib, sepupu Rasulullah, dengan mahar "baju besi" yang pernah diberikan oleh Rasulullah beberapa waktu sebelumnya. Jabir bin Abdullah pernah bercerita: “Kami menghadiri pernikahan Ali, dan kami tidak pernah menyaksikan pernikahan yang lebih baik dari itu. Rumah itu diisi dengan wewangian dan disediakan kurma dengan kismis, lalu kami memakannya. Tempat tidur mereka berdua pada malam pengantin itu adalah kulit kibas. Pada malam pengantin itu Rasulullah berkata kepada Ali, “Janganlah berbuat sesuatu hingga aku datang kepada kalian". Maka beliau pun datang kepada keduanya, lalu memanggil Fatimah.Kemudian Fatimah menghampirinya sambil malu-malu. Nabi lantas berkata kepadanya, “aku tidak ragu-ragu mengawinkan engkau dengan orang yang paling aku cintai di antara keluargaku". Beliau menyuruh mengambil air untuk berwudhu dan memercikkannya kepada keduanya seraya berdoa, “Ya Allah, berkatilah keduanya dan berkatilah keturunannya". Allah pun memberkati doa itu dan kelak keduanya diberi keturunan-keturunan yang mulia pula.

Setelah Fatimah menikah dengan Ali bin Abi Thalib dan memperkuat tali kehidupan bersama, konon mereka berdua ingin membagi pekerjaan dan tugas rumah tangga di antara keduanya. Maka mereka berdua mendatangi Rasulullah saw, meminta beliau menentukan tugas-tugas itu. Beliau memenuhi permintaan putri dan menantunya itu dengan menyerahkan tugas-tugas di rumah kepada Fatimah, sedang tugas-tugas di luar rumah diserahkan kepada menantunya, Ali ra.

Tugas-tugas luar yang harus dikerjakan Ali antara lain adalah menimba air, membeli kayu dan makanan serta lain-lainnya.

Sedang tugas-tugas dalam yang harus ditunaikan Fatimah termasuk memasak, menyalakan lampu, mencuci pakaian serta lain-lainnya.

Namun demikian, Ali bin Abi Thalib selalu membantu istrinya tercinta ini dalam setiap kesempatan. Sedangkan Rasulullah selalu membantu mereka jika kebetulan berkunjung ke rumah mereka dan mereka tampak sibuk, sebagaimana juga beliau selalu membantu menantunya, Ali karamallahu wajhah dalam memenuhi tugas-tugas di luar rumah jika ia menjumpai kesulitan.

Keadaan kehidupan sepasang suami istri yang setia ini terus berlangsung sampai rumah tangga mereka di-ramaikan oleh tangis dan jerit anak-anak mereka. Tugas-tugas rumah tangga pun bertambah dan Fatimah sendiri tampak kelelahan. Ali merasa iba melihat keadaan Fatimah yang menumbuk gandum sampai tangannya lecet, menyapu dan menyalakan api di bawah periuk sehingga pakaiannya dekil.

Suatu ketika, Ali berkata kepada istrinya: “Kulihat engkau begitu kecapaian. Bagaimana jika engkau meminta pembantu kepada ayahmu untuk meringankan pekerjaanmu?”

Berangkatlah Fatimah menghadap ayahandanya Rasulullah saw. Namun beliau sedang berkumpul dengan orang banyak, Fatimah merasa malu menyampaikan kepentingannya kepada beliau. Karena itu ia kembali pulang. Sementara itu Rasulullah saw melihatnya. Keesok-an harinya beliau datang ke rumah putrinya itu dan menanyakan maksud kunjungannya kemarin.

Ali ra, yang saat itu berada di situ berkata: “Aku yang akan menyampaikan ya Rasulullah. Ia menimba air dan menumbuk gandum sampai tangannya lecet, menyapu rumah sampai dekil bajunya dan memasak makanan sampai pakaiannya lusuh. Aku suruh ia minta pembantu kepada Anda ya Rasulullah, untuk meringankan tugas-tugasnya".

Mendengar penjelasan yang demikian itu, Rasulullah seraya berkata, “Maukah kalian aku beritahu tentang sesuatu yang lebih baik dari pada pembantu?”

“Mau, ya Rasulullah”, jawab mereka berdua.

Beliau kemudian melanjutkan:

"Apabila kalian hendak tidur, bertasbihlah 33 kali,

bertahmidlah 33 kali dan bertakbirlah 34 kali"

"Aku rela dengan apa yang diridhai Allah dan Rasul-Nya", jawab Fatimah spontan.

Rasulullah saw saat itu tidak menghendaki keluarganya hidup dengan situasi yang lebih baik dari kaum miskin Madinah, karena pada waktu itu Madinah adalah daerah yang miskin sekali.

Demikianlah sekilas pribadi dan kehidupan Fatimah Az-Zahra'. Enam bulan setelah Rasulullah wafat, ia menyusul pula kepergian ayahnya tercinta menghadap Ilahi Rabby. Ia dimakamkan di tanah Baqi' samping masjid Nabawi. Mudah-mudahan Allah SWT kelak mempertemukan kita dengan Rasulullah saw dan putrinya Fatimah Az-Zahra di al-Haudh. Amin allhumma amin.

Fatimah Az-Zahra sekarang telah tiada. Namun ia mewariskan banyak teladan bagi kita semua. Dan tampaknya, pada Fatimah az-Zahra inilah, seharusnya wanita Muslimah mendefinisikan dirinya.


Sumber : Kisah-Kisah Teladan Untuk Anakku, Imam Musbikin dan Azis Mustofa

Posting Komentar untuk "Kisah Fatimah Az-Zahra Wanita Teladan Sepanjang Masa"