Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mengatasi Konflik Rumah Tangga Antara Suami dan Isteri Sesuai Ajaran Islam

Islam adalah agama yang sangat sempurna, tiada satupun permasalahan yang dihadapi manusia yang tidak mendapat perhatian Allah SWT. Allah menurunkan pedoman berupa Al-Qur’an dan Assunnah yang sangat lengkap untuk menjadi pedoman hidup umat manusia, termasuk tata cara dalam menghadapi konflik dalam rumah tangga.

Sebagian orang menganggap bahwasanya hukum Islam lebih berpihak pada laki-laki dan mengekang kaum wanita, padahal dalam Islam, untuk mengatasi konflik dalam rumah tangga ada berbagai tahapan yang harus dilalui, permasalahan tidak semata-mata harus diselesaikan dengan kekerasan, akan tetapi ada berbagai tahapan yang harus dilakukan oleh pasangan suami istri untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.

Mengatasi Konflik Rumah Tangga Antara Suami dan Isteri Sesuai Ajaran Islam
Gambar : Pixabay.com

Jika terjadi konflik antara suami isteri, maka harus diatasi menurut yang diperintahkan oleh Allah, bukan menurut kemauan nafsu atau menurut perintah syaitan. Konsep Al Qur'an dalam mengatasi konflik ini adalah sebagai berikut : Jika penyebab konflik atau pertentangan itu si isteri, pertama-tama sang suami harus menasehatinya, mengingatkan akan kewajiban-kewajibannya terhadap suaminya, dan memperingatkannya akan siksa, murka, serta neraka Allah. Diharapkan hal itu membawa hasil. Tetapi jika tidak, sang suami boleh memboikotnya, dengan pengertian tidak tidur bersamanya satu ranjang. Dan kalau terpaksa harus tidur satu ranjang, ia dalam posisi membelakanginya dan tidak perlu melakukan hubungan seksual atau hanya sekedar bercanda. Dan ia boleh tidur di kamar lain. Pemboikotan tersebut berlangsung selama tiga hari sampai sebulan bahkan lebih. Jika hal itu tetap tidak ada hasilnya, persoalannya perlu dipertimbangkan terlebih dahulu. Jika memukul bisa memperbaikinya, boleh memukulnya. Dan jika dengan memukul malah membuatnya keras kepala, atau mungkin ia tipe wanita yang tahan pukul, maka ia dipulangkan kepada keluarganya, sampai ia menyadari akan kesalahannya atau ia insaf bahwa dirinya telah berbuat zalim dan merugikan hak-hak suaminya, kemudian ia mau kembali ta' at seperti sedia kala. Dengan demikian berakhirlah perselisihan.

Pukulan yang disebutkan dalam Al Qur'an dimaksudkan sebagai upaya untuk mendidik atau memberi pelajaran, oleh para ulama ditafsiri berbeda dengan yang diisyukan oleh orang-orang yang tidak simpati kepada Islam. Menurut sebagian ulama, yang dimaksud dengan pukulan ialah tamparan kecil dengan memakai tangan. Menurut sebagian ulama yang lain, memukulnya dengan menggunakan siwak, yaitu benda berupa kayu yang tebalnya tidak melebihi jari tangan dan panjangnya tidak lebih dari satu jengkal. Dan menurut sebagian ulama yang lain lagi, memukulnya dengan memakai tongkat seperti siwak tetapi panjangnya hanya sekitar satu hasta. Ini adalah ukuran tongkat yang paling kecil. Adapun jumlahnya maksimal sepuluh kali dengan syarat tidak boleh sampai melukai, atau meretakkan tulang, atau menyentuh pada bagian wajah meskipun dengan menggunakan tangan.

Ini adalah ketetapan yang diizinkan oleh Allah untuk mengakhiri persoalan yang sedang terjadi antara suami dan isteri. Sebaiknya keluarga masing-masing dari kedua belah pihak sedapat mungkin tidak ikut campur, supaya persoalannya tidak bertambah pelik. Betapapun ini adalah persoalan yang harus bisa diselesaikan sendiri oleh suami isteri yang bersangkutan, tanpa melibatkan pihak-pihak lain mana pun. Dan ini adalah sebuah aib yang harus ditutupi.

Dalam hal ini Allah Ta'ala berfirman:

“Wanita-wanita yang kamu khawatiri nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah diri dari tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menta'atimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (An Nisa':34).

Latar belakang turunnya ayat ini ialah karena ada seorang isteri yang ditampar oleh suaminya. Ia lalu menemui Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan berkata: "Suamiku telah menampar wajahku." Beliau bersabda: "Harus ada qisash di antara kalian." Maksudnya, beliau memutuskan si isteri boleh membalas menampar suaminya sebagaimana ia telah ditamparnya. Ketika si isteri hendak beranjak untuk melaksanakan keputusan tersebut, turunlah ayat:

“Dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al-Qur'an sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu." (Thaaha :114)

Maksudnya, kamu jangan tergesa-gesa menjatuhkan keputusan sebelum turun wahyu Allah. Setelah Nabi shallallahu alaihi wa sallam berdiam beberapa saat, maka turunlah ayat yang mengurutkan pemberian pelajaran seorang suami kepada isterinya seperti tadi. Dari sini kita tahu bahwa izin memukul di dalam AlQur'an itu bukan merupakan dasar dalam tasyri', dan juga bukan termasuk perkara yang sederhana. Tetapi hal itu merupakan terapi terakhir jika sang suami yakin kalau hal itu bisa memperbaiki si isteri, dan dengan syarat pukulannya hanya ringan saja seperti yang telah dikemukakan di atas tadi.

Sedangkan kaum suami yang marah-marah, mencaci maki, dan memukul isterinya tanpa ada alasan, bahkan pukulan mereka sangat keras yang tidak boleh dilakukan sekalipun terhadap binatang, mereka adalah kaum suami yang tidak mengenal Islam sebagai agama yang mengajarkan kasih sayang dan nilai-nilai peri kemanusiaan. Mereka sangat mencemarkan citra Islam yang asli.Bahkan mereka inilah orang-orang yang pantas diberi pendidikan,diberi pelajaran,dan dibalas perbuatan mereka jika pemerintahan Islam yang menguasai urusan kaum muslimin.

Ketetapan tadi berlaku kalau yang menjadi penyebab konflik adalah pihak isteri saja. Jika yang menjadi penyebabnya pihak suami, si isteri berhak untuk menunjuk seorang juru damai (hakam) yang akan menyelesaikan persoalan mereka. Allah Ta'ala berfirman:

“Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuznya atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan þerdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka).” (An Nisa' : 128).

Dan jika penyebab konflik adalah kedua belah pihak, persoalannya membutuhkan dua orang juru damai (hakam) yang akan mengupayakan solusi terbaik bagi mereka. Allah Ta'ala berfirman :

“Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga þerempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal."(An Nisa':35).

Ayat pertama memberi keleluasaan kepada si isteri untuk mendamaikan sendiri urusannya, atau dengan ikut campur seorang penengah antara ia dan suaminya jika ia melihat sang suami akan berpaling darinya. Dan ia berhak merelakan haknya demi menyelesaikan konflik, sehingga dengan demikian kehidupan akan berjalan normal kembali seperti semula. Dan ayat kedua menjelaskan, kalau penyebab konflik dari pihak sang suami, seorang hakim atau qadhi atau pemerintah bisa mengutus dua orang hakam berkelamin laki-laki yang adil untuk mengupayakan perdamaian atau perpisahan kalau memang hal itu yang terbaik menurut mereka. Kita tidak akan mendapati pada agama atau sistem undang-undang atau prinsip-prinsip akhlak apa pun seperti yang kita dapati pada Islam yang begitu antusias memperhatikan wanita, menyayanginya, dan mengatur semua urusannya dari yang kecil sampai yang besar. Bahkan termasuk perceraian sebagai barang halal yang sangat dibenci oleh Allah. Betapa tidak? Islam telah meletakkan kaidah-kaidah yang meringankan tindakan semena-mena terhadap wanita, dan memberinya sebuah kompensasi dalam bentuk muť'ah, dan sedapat mungkin menyingkat waktu iddah.

Demikianlah aturan Islam mengajarkan kita jika terjadi perselisihan atau konflik dalam rumah tangga antara suami dan isteri. Permasalahan akan selesai apabila diselesaikan sesuai syari’at dan tidak memperturutkan hawa nafsu. Memperturutkan nafsu amarah sama saja dengan memperturutkan keinginan Syaitan yang akan mengakibatkan rumah tangga menjadi retak atau pecah. Semoga Allah melindungi kita semua.

Sumber : Merajut Kasih Merenda Cinta, Karya Ahmad Najih

Posting Komentar untuk "Mengatasi Konflik Rumah Tangga Antara Suami dan Isteri Sesuai Ajaran Islam"