Menanamkan Sikap Mandiri Pada Anak Menurut Islam
MENANAMKAN SIKAP MANDIRI PADA ANAK MENURUT ISLAM

Peran orang tua dalam mendidik dan membentuk seorang anak menjadi pribadi yang mandiri sangat penting. Seorang anak yang selalu dimanja dan memiliki ketergantungan terus-menerus pada orang tuanya, dan akan menjadikannya sebagai pribadi yang lemah di kemudian hari.
Orang tua sangat berperan dalam menciptakan jiwa yang mandiri pada diri anak, karena orang tua adalah sosok yang selalu dekat dan berinteraksi dengannya sepanjang waktu. Menjadi anak yang mandiri sangat bermanfaat bagi orang tua, dimana dengan adanya kemandirian, sang anak mampu memecahkan masalah sendiri tanpa sering melibatkan orang tuanya dalam suatu permasalahan.
Dalam Islam, tuntunan untuk menciptakan anak yang mandiri sudah dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Dalam beberapa hadist rasulullah menjelaskan sikap mandiri harus diajarkan pada setiap anak muslim, baik laki-laki maupun perempuan. Sikap mandiri bukan semata-mata kemampuan anak untuk mencukupi kebutuhan ekonominya, akan tetapi adalah adanya kemampuan pada diri anak untuk berbuat sesuatu tanpa terus melibatkan orang lain.
Dalam Al-Qur’an Surat Ar-Ra’d ayat 11, Allah SWT berfirman:
اِنَّ اللّٰهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتّٰى يُغَيِّرُوْا مَا بِاَنْفُسِهِمْۗ
Artinya: Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. (Ar-Ra’d ayat 11)
Ibnu Qayyim berkata : "orang tua hendaknya menjauhkan anaknya dari kemalasan, pengangguran, bersantai dan bersenang-senang. Hendaknya anak didik dengan menerapkan hal-hal yang kebalikannya. Janganlah anak dibiarkan bersantai-santai, kecuali untuk mengistirahatkan jiwa dan badannya dari aktivitas yang telah dilakukannya. Karena bermalas-malasan dan bersantai-santai mempunyai akhibat yang buruk dan menimbulkan penyesalan dikemudian hari. Adapun kesungguhan untuk mandiri dan kerja keras membuahkan hal-hal terpuji didunia, diakhirat atau didunia dan diakhirat. Orang yang paling baik kesudahannya ialah orang yang paling lelah. Dan orang yang paling lelah permulaannya ialah orang yang paling senang kesudahannya. Kejayaan didunia dan diakhirat hanya dapat diraih melalui jerih payah yang melelahkan."
Rasulullah SAW juga memperhatikan pengembangan kemandirian bakat anak di bidang sosial dan ekonomi dalam membangun rasa percaya diri anak sehingga anak bisa mandiri dan kemudian ia bisa tumbuh menjadi pribadi yang optimis dalam menjalani hidupnya.
Amru bin Hurayyits telah menceritakan bahwa Rasulullah SAW berjumpa dengan Abdullah bin Ja'far yang sedang berjualan barang-barang yang layak dijual oleh anak-anak seusianya. Kemudian beliau berdo'a, " Ya Allah, berkatilah jual belinya".
Abdullah bin Ja'far adalah anak dari Ja'far bin Abi Thalib, anak dari sepupu nabi sendiri, ayahnya adalah panglima pasukan kaum muslimin yang telah gugur syahid dalam perang Mu'tah. Dia bernama Ja'far Ath-Thayyar. Dia dijuluki thayyar (penerbang) karena dia terbang dengan kedua sayapnya disyurga. Namun demikian saat nabi melihat putra sepupunya sedang berjualan dipasar, menjual kulit yang telah disamak dan qirbah (wadah air yang terbuat dari kulit) serta barang-barang lainnya, beliau tidak merasa malu meskipun ahli bait nabi adalah orang yang paling mulia menurut Allah dan menurut pandangan manusia. Nabi tidak melarangnya berjualan, bahkan mendo'akannya agar diberkati. Nabi tidak mengangkatnya sebagai kepala baitul mal tapi membiarkannya mandiri. Bagaimana tidak, sementara beliau sendiri pernah berdo'a, " Ya Allah, jadikanlah rezeki keluarga Muhammad cukup untuk (kebutuhan) pangannya. (H.R. muslim, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad).
Anas bercerita, “Rasulullah Saw berkata kepadaku pada saat sahur, Wahai anas, aku ingin puasa. Tolong sajikanlah makan sahur untukku.’ Aku menyajikan kurma dan sewadah air kepada beliau sesudah Bilal mengumandangkan azan yang pertama, setelah itu Rasulullah bersabda, Hai Anas, carilah seseorang untuk makan sahur bersamaku.’
Akupun memanggil Zaid bin sabit, Zaid kemudian berkata kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, aku baru saja makan bubur gandum karena aku ingin berpuasa.’
Rasulullah bersabda, ‘Aku ingin berpuasa.’
Akhirnya, Anas makan sahur bersama Rasulullah. Selepas makan sahur, beliau shalat dua rakaat kemudian keluar untuk shalat (shubuh).” (H.R. Ahmad)
Dalam hal ini yang kita nilai bukan banyaknya makanan tetapi prinsip yang ditanamkan. yakni bangun sahur dan menyiapkan makanan untuk makan sahur. Inilah pendidikan yang baik dan pengawasan yang harusnya kita tiru dalam mendidik anak-anak kita. Semoga dapat bermanfaat.
Sumber : Islamic Parenting, Pendidikan Anak Metode Nabi, Karangan Syaikh Jamal Abdurrahman
Posting Komentar untuk "Menanamkan Sikap Mandiri Pada Anak Menurut Islam"