Cara Menyikapi Poligami (ta'addud) secara bijak
Setiap Syari’at yang Allah turunkan kepada manusia pada dasarnya adalah untuk kebaikan manusia itu sendiri, demikian juga halnya dengan poligami (ta'addud). Bagi kaum yang mau berfikir pasti akan menemukan berbagai manfaat dibalik syari’at poligami. Bahkan kaum wanitapun sebenarnya juga mengetahui dampak positif dari poligami, walaupun sebagian wanita cenderung memperturutkan perasaannya untuk menolak syari’at poligami tersebut.
Akan tetapi, pintu kemuliaan Islam kerap didobrak para orientalis, sekularis, liberalis, dan pengikutnya. Sisi yang paling gencar dihantam adalah tuntunan syariah dalam ta'addud (poligami). Di Barat dan di Timur, mereka bersuara sama : “tolak poligami, dengan berbagai alasan.”
Anehnya, para kalangan barat dan sebagian umat Islam sendiri sama sekali tidak mempermasalahkan pergaulan dan seks bebas yang berkembang tanpa batas, padahal efek negatif yang ditimbulkan sangat besar. Pergaulan bebas atau seks bebas bisa meghancurkan tatanan kehidupan manusia dan bisa menimbulkan penyakit menular yang sangat mematikan seperti HIV Aids.
Di sisi lain, tidak sedikit kaum Muslimin (sudah barang tentu pria) yang menciderai ajaran agamanya dengan menerapkan ta'addud secara sesuka hati. Akibatnya, bukan kecemerlangnya cahaya Islam yang nampak, tetapi justru melahirkan sumpah serapah, caci maki, dan menyalah-nyalahkan hukum Tuhan. Naudzubillah. Al-Islamu mahjubun bil muslimin, kecemerlangan cahaya Islam ditutupi oleh umatnya, kata Imam Malik.
Itulah fenomena sosial yang tengah terjadi di masyarakat kita. Padahal, sebagai sebuah syariat, ta'addud merupakan satu sisi ajaran Islam yang berlaku sepanjang zaman, hingga hari akhir.
Bagaimana sebenarnya etika berpoligami menurut tuntunan syariat Islam?
1. Adil
Adil menjadi syarat mutlak. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya." (An-Nisaa': 3)
Adil di sini lawan dari curang, yaitu memberikan kepada seseorang kekurangan hak yang dipunyainya dan mengambil dari yang lain kelebihan hak yang dimilikinya. Adil di sini adalah dalam konteks yang terukur, misalnya berkaitan materi maupun waktu.
2. Berangkat dari Syariat
Memiliki istri lebih dari satu, bukan menjadi ukuran bagi tingkat ketaqwaan dan keshalihan seseorang, bukan juga untuk gagah-gagahan. Oleh karena itu, sebelum melangkah, perlu direnungkan apakah keputusan itu sebatas nafsu ataukah disemangati oleh syariat.
Ketika memasuki pintu rumah tangga dengan landasan syariat, ada banyak proses tarbiyah yang akan dijalani untuk dirinya, istri, dan anak-anaknya. Tentu saja agar sedapat mungkin tidak keluar dari ketentuan Ilahi.
3. Timbang dengan Matang
Jangan pernah angkat lebih dari satu beban, ketika tidak memiliki kesiapan yang sangat matang. Kesiapan ini menyangkut tanggung jawab luar-dalam, lahir dan batin.
Ingatlah, ketika Anda memutuskan untuk melakukan ta'addud yang menurut jumhur ulama dihukumi mubah, maka tidak pada tempatnya bila hanya memikirkan hak-hak Anda atas istri-istri. Sebaliknya, tunjukkanlah pelayanan yang lebih maksimal dan berkualitas, sesuai dengan kapasitas dan kualitas sebagai seorang suami yang shalih.
Dari berbagai sumber / Hidayatullah.com
Gambar : bincangmuslimah.com
Akan tetapi, pintu kemuliaan Islam kerap didobrak para orientalis, sekularis, liberalis, dan pengikutnya. Sisi yang paling gencar dihantam adalah tuntunan syariah dalam ta'addud (poligami). Di Barat dan di Timur, mereka bersuara sama : “tolak poligami, dengan berbagai alasan.”
Anehnya, para kalangan barat dan sebagian umat Islam sendiri sama sekali tidak mempermasalahkan pergaulan dan seks bebas yang berkembang tanpa batas, padahal efek negatif yang ditimbulkan sangat besar. Pergaulan bebas atau seks bebas bisa meghancurkan tatanan kehidupan manusia dan bisa menimbulkan penyakit menular yang sangat mematikan seperti HIV Aids.
Di sisi lain, tidak sedikit kaum Muslimin (sudah barang tentu pria) yang menciderai ajaran agamanya dengan menerapkan ta'addud secara sesuka hati. Akibatnya, bukan kecemerlangnya cahaya Islam yang nampak, tetapi justru melahirkan sumpah serapah, caci maki, dan menyalah-nyalahkan hukum Tuhan. Naudzubillah. Al-Islamu mahjubun bil muslimin, kecemerlangan cahaya Islam ditutupi oleh umatnya, kata Imam Malik.
Itulah fenomena sosial yang tengah terjadi di masyarakat kita. Padahal, sebagai sebuah syariat, ta'addud merupakan satu sisi ajaran Islam yang berlaku sepanjang zaman, hingga hari akhir.
Bagaimana sebenarnya etika berpoligami menurut tuntunan syariat Islam?
1. Adil
Adil menjadi syarat mutlak. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya." (An-Nisaa': 3)
Adil di sini lawan dari curang, yaitu memberikan kepada seseorang kekurangan hak yang dipunyainya dan mengambil dari yang lain kelebihan hak yang dimilikinya. Adil di sini adalah dalam konteks yang terukur, misalnya berkaitan materi maupun waktu.
2. Berangkat dari Syariat
Memiliki istri lebih dari satu, bukan menjadi ukuran bagi tingkat ketaqwaan dan keshalihan seseorang, bukan juga untuk gagah-gagahan. Oleh karena itu, sebelum melangkah, perlu direnungkan apakah keputusan itu sebatas nafsu ataukah disemangati oleh syariat.
Ketika memasuki pintu rumah tangga dengan landasan syariat, ada banyak proses tarbiyah yang akan dijalani untuk dirinya, istri, dan anak-anaknya. Tentu saja agar sedapat mungkin tidak keluar dari ketentuan Ilahi.
3. Timbang dengan Matang
Jangan pernah angkat lebih dari satu beban, ketika tidak memiliki kesiapan yang sangat matang. Kesiapan ini menyangkut tanggung jawab luar-dalam, lahir dan batin.
Ingatlah, ketika Anda memutuskan untuk melakukan ta'addud yang menurut jumhur ulama dihukumi mubah, maka tidak pada tempatnya bila hanya memikirkan hak-hak Anda atas istri-istri. Sebaliknya, tunjukkanlah pelayanan yang lebih maksimal dan berkualitas, sesuai dengan kapasitas dan kualitas sebagai seorang suami yang shalih.
Dari berbagai sumber / Hidayatullah.com
Posting Komentar untuk "Cara Menyikapi Poligami (ta'addud) secara bijak"