Kisah Nabi Muhammad SAW dan Terbentuknya Negara Islam Madinah
Pada tahun ke 11 Kenabian, setelah Nabi Muhammad SAW yakin akan fondasi masyarakat Islam baru yang ditegakkan atas kesatuan akidah, politik, dan sistem, maka beliau memandang perlu untuk mengatur hubungan dengan orang-orang non-Muslim yang ada di Madinah, terutama kaum Yahudi. Saat itu di Madinah terdapat tiga kabilah (suku) Yahudi yang sangat terkenal. Ketiga kabilah itu adalah kabilah Bani Qainuqa', Bani Nadhir, dan Bani Quraizhah. Mereka selalu memandang Islam penuh dengan kebencian dan kedengkian, karena Nabi Muhammad, nabi umat Islam dan pemimpin Madinah saat ini bukan berasal dari keturunan mereka.
Sebenarnya Nabi Muhammad dan kaum Muslimin tahu bahwa kaum
Yahudi Madinah tidak suka dengan kehadiran Muhammad di Madinah. Masyarakat
Madinah, terutama suku Aus dan Khazraj, juga sudah menyadari bahwa sebenarnya
permusuhan yang terjadi di antara mereka adalah hasil provokasi dan hasutan
kaum Yahudi, untuk dapat mengendalikan Madinah. Namun Nabi Muhammad SAW adalah
pribadi yang penuh kasih dan demokratis. Nabi Muhammad dan kaum Muslimin tetap
menghargai kaum Yahudi, dengan harapan mereka akan menyadari kesalahannya dan
mau hidup berdampingan secara damai dengan kaum Muslimin, yang kini menjadi
mayoritas di pusat kota Madinah.
Untuk tujuan itulah, kemudian Nabi Muhammad menandatangani
perjanjian dengan kaum Yahudi, yang oleh para ahli sejarah sering disebut
dengan “Piagam Madinah". Di antara bunyi perjanjian yang ditandatangani
oleh Nabi Muhammad dengan kaum Yahudi adalah sebagai berikut:
1. Masyarakat Yahudi harus mengeluarkan belanja bersama-sama
orang beriman selama mereka masih dalam keadaan perang.
2. Masyarakat Yahudi Bani Auf adalah satu umat dengan orang
beriman. Masyarakat Yahudi hendaklah berpegang pada agama mereka, dan kaum
Muslimin hendaklah berpegang kepada agama mereka pula, termasuk
pengikut-pengikut mereka dari mereka sendiri, kecuali orang yang melakukan
perbuatan zalim dan durhaka. Orang semacam ini hanyalah akan menghancurkan
dirinya dan keluarganya sendiri.
3. Terhadap kabilah-kabilah Yahudi Bani Al-Najar, Yahudi
Bani Al-Harits, Yahudi Bani Sa'idah, Yahudi Bani Jusyam, Yahudi Bani Aus,
Yahudi Bani Tsa'labah, Jafnah, dan Bani Syutaibah, berlaku sama seperti
terhadap mereka sendiri.
4. Tiada seorang pun dari mereka boleh keluar, kecuali
dengan izin Nabi Muhammad SAW.
5. Seseorang tidak boleh dirintangi dalam menuntut haknya
jika dilukai. Barangsiapa yang diserang, ia dan keluarganya harus berjaga diri,
kecuali jika ia menganiaya maka Allah juga yang menentukan.
6. Masyarakat Yahudi berkewajiban menanggung nafkah mereka
sendiri dan kaum Muslimin berkewajiban menanggung nafkah mereka sendiri pula.
Antara mereka harus ada tolong menolong dalam menghadapi orang yang hendak
menyerang pihak yang terikat dalam piagam perjanjian ini.
7. Mereka sama-sama berkewajiban untuk saling menasihati dan
saling berbuat kebaikan serta menjauhi segala perbuatan dosa.
8. Seseorang tidak dibenarkan melakukan perbuatan salah
(jahat) terhadap sekutunya. Yang harus ditolong adalah yang teraniaya.
9. Yatsrib adalah kota yang dihormati bagi orang-orang yang
mengakui piagam perjanjian ini.
10. Tetangga itu seperti jiwa sendiri, tidak boleh diganggu
dan tidak boleh diperlakukan dengan perbuatan jahat.
11. Tempat yang dihormati tidak boleh didiami orang tanpa
izin penduduknya.
12. Bila ada di antara orang yang mengakui piagam perjanjian
ini terjadi perselisihan yang dikhawatirkan akan menimbulkan kerusakan, maka
tempat kembalinya adalah kepada Allah dan Nabi Muhammad SAW. Allah bersama
orang yang teguh dan setia memegang piagam perjanjian ini.
13. Melindungi orang-orang Quraisy atau menolong mereka
tidak dibenarkan.
14. Di antara mereka harus saling membantu melawan pihak
yang mau menyerang Yatsrib. Tetapi bilamana diajak berdamai, maka hendaklah
ajakan perdamaian tersebut disambut.
15. Bilamana mereka diajak berdamai maka orang beriman wajib
menyambutnya, kecuali pihak yang memerangi agama. Setiap orang dari pihaknya
sendiri mempunyai bagiannya masing-masing.
16. Kabilah Yahudi Aus, baik mereka sendiri maupun
bersama-sama dengan pengikut mereka, mempunyai hak dan kewajiban seperti mereka
yang sudah menyetujui naskah (piagam) perjanjian ini dengan segala hak dan
kewajiban sepenuhnya dari mereka yang menyetujui naskah (piagam) perjanjian
ini.
17. Kebaikan tidak sama dengan kejahatan. Orang yang
melakukannya akan menanggung akibatnya sendiri. Allah bersama pihak yang benar
dan patuh menjalankan isi piagam perjanjian ini.
18. Hanya orang yang zalim dan jahat yang melanggar isi
perjanjian ini.
19. Barangsiapa yang keluar atau tinggal dalam kota ini
(Yatsrib), keselamatannya terjamin, kecuali orang yang melakukan kezaliman dan
kejahatan. Sesungguhnya Allah melindungi orang-orang yang berbuat baik dan
bertakwa.
Inilah dokumen politik yang telah diletakkan oleh Muhammad
SAW sejak seribu empat ratus tahun silam. Beliau telah menetapkan kebebasan
beragama, kebebasan menyatakan pendapat, jaminan atas keselamatan harta benda,
dan larangan melakukan kejahatan. Nabi Muhammad telah membukakan pintu baru
dalam kehidupan politik dan peradaban dunia masa itu, masa di mana dunia hanya
menjadi permainan tangan tirani serta dikuasai oleh kekejaman dan kehancuran
semata.
Meskipun dalam penandatanganan piagam perjanjian itu kabilah-kabilah
Yahudi Bani Quraizhah, Bani An-Nadhir, dan Bani Qainuqa' tidak ikut serta,
namun tidak selang beberapa lama sesudah itu, mereka pun mengadakan perjanjian
yang serupa dengan Nabi Muhammad. Dengan ditandatanganinya piagam perjanjian
ini, maka secara de facto dan de jure telah berdiri sebuah negara baru, dengan
sistem pemerintahan berdasar hukum dan aturan Islam. Pemerintah mengatur
kehidupan masyarakatnya dengan tatanan nilai yang bersumber dari wahyu Ilahi
(Al-Qur'an) dan Sunah. Nabi Muhammad lah yang menjadi kepala pemerintahan
negara baru ini.
Sumber : Saiful Hadi El Sutha, Muhammad, jejak-jejak
Keagungan dan Teladan Abadi.
Posting Komentar untuk "Kisah Nabi Muhammad SAW dan Terbentuknya Negara Islam Madinah"