Kisah Keteladanan Pemimpin Yang Adil, Pemimpin Yang Dirindukan Rakyat
Gambar : Ilustrasi (detik.com)
Allah SWT Melalui lisan Rasul-Nya, menjanjikan tempat berteduh di hari akhir, dimana pada hari itu tiada naungan selain naungan-Nya. Hanya kepada beberapa orang yang Allah berikan mnaunan, salah satunya adalah kepada imam atau pemimpin yang adil. Wajarlah jika imam atau pemimpin yang adil mendapatkan tempat berteduh di akhirat kelak. Sebab mereka telah menciptakan naungan teduh bagi rakyat saat mereka di dunia.
Ada banyak kisah keadilan yang dilakukan oleh para pemimpin Islam, diantaranya sebagai berikut :
Kisah Umar Bin Khattab dengan Kuda Cacat
Suatu saat amirul mukminin Umar bin Khathab membeli seekor kuda. Setelah membeli, Umar pun membawa kuda tersebut agak jauh untuk mengujinya. Akan tetapi kuda tersebut ternyata cacat, sehingga Umar bermaksud untuk mengembalikannya, karena mengira si Penjual kuda telah menipunya. Akan tetapi si penjuual kuda menolak untuk menerima kuda itu kembali.
Lantas keduanya sepakat untuk bertahkim kepada Syuraih, hakim yang dipilih oleh penjual kuda itu. Syuraih memutuskan, “Wahai Amirul Mukminin, bayarlah kuda yang engkau beli atau kembalikan kúda itu dalam keadaan seperti semula' (tanpa cedera)!”
Umar menanggapi putusan itu dengan perasaan gembira. Ia menatap Syuraih seraya berseru, "Demikianlah seharusnya pengadilan itu.” Di kemudlian hari Umar mengangkat Syuraih sebagai hakim Kufah.
Kisah Ali bin Abu Thalib dan Baju Besinya
Sepulang dari suatu peperangan 'Ali bin Abu Thalib meletakkan baju perangnya di samping rumah. Ia bermaksud membersihkan dan menyikat baju itu sebelum disimpan. Putranya, Hasan, melihat itu dan ingin membantu, namun ditolak oleh 'Ali. Ia ingin melakukan sendiri.
Namun, belum sempat 'Ali membersihkan baju perangnya, baju itu lenyap bagai ditelan bumi. Beberapa hari kemudian 'Ali melihat baju perangnya berada di pasar di tangan seorang Yahudi. 'Ali menanyainya. Orang Yahudi itu bersikeras bahwa baju perang itu miliknya. Maka 'Ali mengadukan persoalan ini kepada hakim dan beberapa waktu kemudian pengadilan digelar.
“Wahai Amirul Mukminin, apa tuntutan Anda kepada terdakwa?” tanya hakim tegas.
'Ali pun menceritakan perihal hilangnya baju perang miliknya.
Hakim kemudian bertanya : “Apakah anda dapat membuktikan kalau baju perang yang ada di tngan terdakwa, benar-benar milik anda?.”
Ali menjawab : “Aku tidak bisa membuktikan, tapi anakku Hasan mengetahui kalau baju besi itu milikku”.
Ali bukannya tidak tahu bahwa saksi dari pihak keluarga tidak akan diterima.Tetapi itulah satu-satunya bukti yang dimilikinya. Dan sudah tentu, hakim pun menolak kesaksian Hasan dan memenangkan pengadilan untuk orang Yahudi itu.
Sebenarnyalah orang Yahudi itu kaget dan tidak menyangka pengadilan ini akan dimenangkannya. Sebab baju besi itu memang milik 'Ali, bukan miliknya.
Yahudi tersebut kemudian mendekati Ali seraya berkata, "Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya baju perang ini milikmu, Ambillah kembali. Aku sungguh terharu dengan dengan pengadilan ini. Meski aku seorang Yahudi dan Anda adalah Amirul Mukminin, ternyata pengadilan ini berpihak kepada kebenaran. Sungguh pengadilan ini sangat adil dan luar biasa, maka sejak saat ini aku memutuskan untuk masuk Islam dan menjadi seorang muslim yang baik”.
Ia kemudian menyodorkan baju perang itu untuk mengembalikan kepada Ali. Ali tertegun sejenak, lantas berkata, “Wahai Fulan, ambillah baju perang itu. Aku menghadiahkannya untukmu. Aku sangat gembira dengan keislamanmu."
Kisah Amru bin Ash dan Tulang Yang Tergores Pedang
Gubernur Mesir, 'Amru bin 'Ash bermaksud membangun masjid. Seluruh rakyat memberikan dukungan penuh. Mereka bahu-membahu mewujudkan rencana pembangunan masjid. Untuk mewujudkan rencana pembangunan tersebut, maka gubuk seorang Yahudi yang ada disitu terpaksa harus digusur. Sebenarnya sang kakek Yahudi keberatan dengan penggusuran itu, meski gubuk reyotnya akan diganti dengan rumah yang lebih baik. Keberatan itu disebabkan masih melekatnya kenangan indah bersama anak dan istrinya gubuk itu. Akan tetapi atas desakan Gubernur dan masyarakat membuat si Yahudi tidak mempunyai pilihan.
Dengan rasa marah kepada sang Gubernur, berangkatlah Kakek Yahudi tersebut ke Madinah untuk menjumpai Amirul Mukminin Umar bin Khaththab untuk mendapatkan keadilan atas permasalahannya.
Di Madinah kakek Yahudi itu disambut oleh Amirul Mukminin dengan baik. Setelah mendengar penjelasan dari Kakek Yahudi tersebut, Umar kemudian mengambil sepotong tulang, kemudian menggores garis lurus dengan pedang pada tulang tersebut. Kemudian Umar berkata : “Serahkanlah tulang tersebut kepada Gubernurku!”.
Sesampainya di Mesir, kakek itu menyerahkan tulang tergores pedang itu kepada 'Amru bin 'Ash. Dan begitu menerima tulang itu, wajah 'Amru berubah. Tangannya gemetar dan tak lama kemudian air mata membasahi pipinya.Tidak sampai di situ saja, badannya terguncang hebat dan wajahnya memucat.
“Wahai Gubernur, kenapa Anda menangis seperti ini? Menurutku tak ada yang istimewa dengan tulang itu," tanya kakek itu memberanikan diri.
“Manusia datang ke dunia tidak membawa apa-apa. Kemudian mereka pun akan menjadi tulang putih seperti ini, tak ada bekal yang bisa dibawa ke hadapan Allah kecuali amal saleh, perbuatan yang lurus, seperti lurusnya goresan pedang di atas tulang ini. Dan aku sebagai gubernur, berkewajiban menegakkan itu semua. Bahkan, aku harus memulainya lebih dahulu. Kalau aku mengingkarinya, maka khalifah akan meluruskanku dengan pedangnya, sebagaimana dia membuat garis lurus pada tulang yang keras ini. Ini makna yang terkandung pada tulang yang tergores ini” jawab 'Amru.
Amru kemudian melanjutkan “Wahai Bapak tua, rumahmu akan kami kembalikan seperti sedia kala dan Aku meminta maaf atas kekhilafanku."
Si Kakek Yahudi itu kemudian menjawab “Wahai Gubernur, setelah semua yang kualami ini aku sadar bahwa aku terlalu egois selama ini. Untuk itu aku merelakan rumahku digusur demi kepentingan kaum muslimin. Maka mulai hari ini, saksikanlah bahwa aku adalah seorang muslim.”
Dari berbagai sumber
Posting Komentar untuk "Kisah Keteladanan Pemimpin Yang Adil, Pemimpin Yang Dirindukan Rakyat"