Sepenggal Kisah Tsunami Aceh
Gambar : Pixabay.com
Bencana gempa bumi dan Tsunami yang melanda Aceh tanggal 26 Desember 2004 sudah lama berlalu, akan tetapi sampai saat ini bagi rakyat Aceh semuanya seakan masih terasa, terutama bagi orang-orang yang telah kehilangan keluarga dan sahabat yang mereka sayangi. Beragam kisah akan terdata, yang semuanya apabila diceritakan akan menjadi pelajaran dan kenangan yang sangat berharga. Berikut sepenggal kisah tsunami Aceh ..
Tanggal 28 Desember 2004 merupakan saat-saat yang sulit untuk dilupakan. Pada saat itu, tiga hari setelah kejadian gempa dan Tsunami, kami datang ke Banda Aceh. Salah satu misi yan akan dijalankan adalah mencari seorang guru/ustadz yang diduga menjadi korban tsunami. Pada saat pertama kali turun dari mobil L-300, saya dijemput oleh dua orang teman dengan menggunakan sepeda motor, kemudian kami menyusuri beberapa jalan di Banda Aceh termasuk ke Komplek Unsyiah dan IAIN Ar-Raniry. Pertama kali bertemu dengan keduanya setelah setahun lebih berpisah membuat perasaan bercampur aduk. Pada saat bertemu terlihat kondisi mereka yang sangat memprihatinkan, badannya kurus, seakan-akan sudah berbulan-bulan tidak makan. Katanya itulah resiko ....... yang harus diterima.
Sepanjang perjalanan kami menyaksikan mayat-mayat bergelimpangan, dua lapis masker yang ditambah minyak kayu putih tidak dapat mencegah dari bau yang sangat menyengat. Mayat-mayat yang bergelimpangan di pinggir jalan, di emperan toko dan di sungai-sungai. Di muka toko, banyak ditempeli dengan foto dan nama-nama dari keluarga yang sedang mencari keluarnya yang hilang. Ada berbagai kejadian yang terjadi tapi sangat sulit untuk diceritakan...
Singkat cerita, keesokan harinya kami ke LP Lhoknga untuk mencari sang Ustadz, karena menurut kabar, sudah beberapa lama beliau berada disana. Di Lhonga kami menyaksikan betapa dahsyatnya tsunami menghantam. Bekas-bekas tsunami yang ketinggiannya melebihi pepohonan, bahkan komplek Pabrik Semen Andalaspun tidak luput dari terjangan tsunami.
Sesampainya disana, kami bertemu dengan beberapa orang Relawan yang menggunakan jubah putih yang sedang mencari mayat di antara puing-puing tembok bangunan yang hancur. Setelah beberapa saat saling berkenalan, akhirnya kami menanyakan tentang Ustadz yang kami cari lengkap dengan ciri-cirinya.
Relawan tersebut menjelaskan, kalau sosok yang kami cari sudah mereka temukan dan sudah dimasukkan ke kantong mayat bersama bersama beberapa jenazah yang lain. Mayat-mayat tersebut sudah diletakkan di dalam lubang yang terletak disamping mesjid Lhok Nga yang terletak disamping jalan. Ada puluhan mayat di lubang tersebut, akan tetapi oleh relawan mayat-mayat tersebut belum dikubur, karena mereka sedang bekerja mencari mayat-mayat yang lain.
Untuk memastikan jenazah yang kami cari, akhirnya kami turun dan kemudian membuka kantong jenazah satu persatu, sampai akhirnya sosok yang sangat kami hormati kami temukan. Berhubung sarana transportasi waktu itu yang sangat sulit, akhirnya jenazah sang Ustadzpun dikubur bersama jenazah-jenazah yang lain.
Pengalaman tersebut, masih terbayang saat ini, walaupun sudah berkeluarga akan tetapi mimpi bertemu dengan sang Ustadz sering kali terjadi.
Cerita singkat ini merupakan pengalaman Pribadi, setelah sekian lama terpendam dalam hati.. Masih banyak pengalaman yang di bagi, insya Allah akan ditulis lain kali.
Hanya Do’a yang dapat kita panjatkan, semoga Allah SWT memberikan balasan Syurga kepada sang Ustadz atas segala jerih payahnya yang bertahun-tahun mendidik anak-anak dan generasi muda untuk tetap berjalan di jalan yang lurus menjadi generasi Qur’ani..
Bireuen, 2 Oktober 2018
Herri Juli
Posting Komentar untuk "Sepenggal Kisah Tsunami Aceh"